JAKARTA - Urusan berhadapan dengan atlet Israel, Pemerintah Indonesia kerap satu suara. Empunya kuasa mengimbau seluruh atlet Indonesia untuk menolak bertanding dengan Israel. Era Orde Baru (Orba), apalagi. Orba secara terang-terangan melarang atlet bermain dengan Israel.
Mereka yang tak mengindahkan larangan akan diberikan peringatan serius. Itulah yang kemudian dialami oleh tim bridge Indonesia yang memberanikan diri melawan Israel di Sao Paulo, Brasil. Alhasil, seisi Nusantara mengecam. Sudah langgar aturan, kalah pula.
Soekarno dan Orde Lama tak pernah sudi atlet Indonesia berhadapan dengan Israel. Alih-alih berhadapan, kesempatan Israel dapat berlaga dalam hajatan olahraga di Indonesia saja jadi mimpi di siang bolong.
Narasi itu didengungkan Soekarno karena Israel menyebarkan tirani kolonialisme dan imperalisme di tanah Palestina. Soekarno ambil sikap. Indonesia menyatakan keberpihakannya kepada bangsa terjajah, Palestina.
Sikap itu diambil Bung Karno merujuk pada sikapnya pribadi dan pesan yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Alinea pertama dan keempat. Poin seperti kemerdekaan adalah hak segala anak bangsa. Lalu, posisi Indonesia melaksanakan ketertiban dunia tak dapat diganggu gugat.
Bung Karno menunjukkan sikap itu dengan melarang seluruh atlet Nusantara bertanding melawan Israel. Sebab, bertanding sama saja dengan mengakui Israel sebagai suatu negara. Sikap Bung Karno makin menjadi-jadi.
Israel tak dilibatkan dalam hajatan olahraga Asian Games 1962. Soekarno tak takut disanksi dunia. Ia justru menantang dunia ketika ia menolak keikutsertaan Israel pada Asian Games 1962. Ia kemudian membuat Olimpiade tandingan. Games of the New Emerging Forces (Ganefo), namanya.
"Mereka berharap kita menjadi lemas dan mohon dibolehkan masuk kembali. Dikira kita ini bangsa apa? Kita bukan bangsa tempe. Saya perintahkan kepada Menteri Maladi untuk keluar dari Komite Olimpiade Dunia, IOC. Segera bentuk Ganefo. Yaitu, gabungan dari negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara sosialis.”
“Ganefo yang akan kita selenggarakan nanti adalah olahraga dari keluarga sendiri dari satu kandung. Saya perintahkan segera bikin Ganefo. Ini bukan sekadar perintah Presiden, tapi perintah seluruh rakyat Indonesia," tegas Soekarno dalam pidatonya di Konferensi Besar Front Nasional pada 13 Februari 1963, sebagaimana dikutip Muhidin M. Dahlan dalam buku Ganefo: Olimpiade Kiri di Indonesia (2019).
Dikecam Seisi Nusantara
Sikap tegas Bung Karno tenyata diwarisi penerusnya, Soeharto. Pemimpin Orba itu turut menggelorakan larangan kepada atlet Indonesia melawan Israel. Ketentuan Orba dikuatkan pula dengan lahirnya Surat Ederan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) tanggal 5 Desember 1983. Pun imbauan itu turut dikuatkan oleh surat edaran Deplu beberapa bulan kemudian.
Isinya tak lain menegaskan larangan kepada atlet Indonesia melawan rezim penjajah modern Israel. Barang siapa yang melanggar akan ditindak tegas berupa peringatan keras. Khalayak umum pun sebenarnya terbagi dua menilai aturan itu. ada yang mendukung ada, ada pula yang kurang setuju.
Namun, tidak untuk perkara tim Bridge Indonesia yang ketahuan melawan Israel di Kejuaraan Dunia Bridge 1985 di Sao Paulo, Brasil. Seisi Nusantara justru sepakat mengecam keras keberanian tim pada salah satu cabang olahraga main kartu, Bridge.
Semuanya karena tim yang dipimpin Amran Zamzani justru ditaklukkan oleh Israel. Sudah langgar aturan, kalah pula. Alhasil, segenap rakyat Indonesia merasa direndahkan martabatnya oleh Israel. Apalagi kekalahan itu dicatat oleh dunia. Sekalipun boleh jadi beda cerita ketika mereka menang.
Segenap rakyat Indonesia lalu meminta pemerintah Indonesia memberi sanksi serius. Narasi itu dilontarkan berkali-kali. Utamanya oleh umat Islam yang diwakilkan salah satu ormas terbesar Islam, Muhammadiyah. Ormas itu menilai pelanggaran aturan tak boleh lanjutkan karena akan berpengaruh kepada cabang olahraga lain.
Pemerintah Indonesia pun ambil sikap. Tim bridge Indonesia dikenakan sanksi peringatan serius. Jikalau hal yang sama diulangi, maka mereka akan mendapatkan hukuman berat. Sebab, pemerintah Indonesia masih dalam posisi menentang seluruh bentuk hubungan yang berkaitan dengan Israel.
"Atas nama umat Muhammadiyah dan juga kalau boleh Islam, kami tetap memprotes pelanggaran oleh tim bridge itu. Bukan semata-mata karena faktor agama. Tapi lebih disebabkan, kami melihat secara terang-terangan dan disiarkan secara luas, ada warga atau golongan yang melanggar policy luar negeri pemerintah.”
“Kami hanya mau mengingatkan pemerintah tentang adanya pelanggaran itu. Supaya dicegah, agar tak jadi preseden nantinya. Buat apa kita punya policy luar negeri, kalau bisa dengan mudah dilanggar warganya?” terang Sekretaris Jenderal Muhammadiyah, Lukman Harun sebagaimana dikutip Majalah Tempo dalam laporan berjudul Setelah Kalah Melawan Israel (1985).