Peluncuran Buku Jejak Pak Harto di Atas Prangko Karya Mahpudi dalam Memori Hari Ini, 29 Maret 2009
Salah satu prangko seri pembangunan Orba. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 23 tahun yang lalu, 29 Maret 2009, Jurnalis, Mahpudi meluncurkan buku Jejak Pak Harto di Atas Prangko. Buku itu diluncurkan bertempatan dengan perayaan Hari Filateli Nasional. Kehadiran buku itu membuat anak Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) senang bukan main.

Mbak Tutut meyakini jejak kepemimpinan Soeharto dapat diketahui khalayak umum lewat prangko yang menggambarkan keberhasilan pembangunan Orde Baru (Orba). Apalagi prangko memiliki pengaruh besar dalam menjelaskan dominasi Soeharto sebagai Bapak Pembangunan.

Fase awal kepemimpinan Soeharto dan Orba dielukan khalayak umum sebagai juru selamat ekonomi Indonesia. Ekonomi Indonesia yang morat-marit era Orde Lama mampu dibereskan. Soeharto bahkan membentuk kelompok khusus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mempercayakan ke ekonom lulusan luar negeri. Mafia Berkeley, namanya.

Ajian itu berhasil. Perlahan-lahan Indonesia mampu keluar dari krisis ekonomi. Sebab, ekonomi Indonesia mulai melesat naik. Presiden Soeharto kemudian mulai merajut mimpi Indonesia menjadi negara besar.

Peningkatan ekonomi itu membuat Pemerintah Orba melanggengkan pembangunan di mana-mana. Pembangunan infrastruktur, apalagi. Dari pembangunan perkantoran hingga jalan raya. Bahkan, nyaris tiada hari tanpa membangun di masa kepemimpinan Orba.

Kover buku Jejak Pak Harto di Atas Prangko (2009). (jakarta.go.id)

Hasil pembangunan itu diumumkan di segala macam media massa. Upaya itu membuat masyarakat paham bahwa pemerintah Orba sedang bekerja keras. Alhasil, tiada yang meragukan kapasitas Orba dalam membangun.

Sekalipun Orba kerap berhadapan dengan konflik pembebasan lahan. Keberhasilan itu membuat Soeharto dikenang sebagai Bapak Pembangunan Indonesia.

“Selama rezim tersebut berkuasa, masyarakat Indonesia disodori dengan tontonan-tontonan atau siaran-siaran yang menyelipkan propaganda-propaganda politik Orde Baru, terutama melalui stasiun televisi TVRI dan radio RRI.”

“Kedua kanal pemberitaan utama di Indonesia tersebut tidak pernah berhenti menyuguhkan kabar-kabar terkait keberhasilan program Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), juga sosok Soeharto sebagai Bapak Bangsa, Bapak Pembangunan,” ungkap Dhianita Kusuma Pertiwi dalam buku Mengenal Orde Baru (2021).

Pemerintah Orba tak melulu menyebarkan keberhasilan pembangunan lewat media massa belaka. Sebab, Orba kerap memanfaatkan medium promosi alternatif. Lewat prangko misalnya. Penggunaan prangko sebagai medium pembawa pesan dirasa penting. Alih-alih prangko hanya dilihat sebagai bea pos masuk, Orba justru melihatnya sebagai alat komunikasi pemerintah yang efektif.

Presiden Soeharto dan anaknya, Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) tampil bersama pada 1998. (Wikimedia Commons)

Seri prangko pembangunan pun dirilis Orba. Bahkan, seri prangko itu masih dapat dilihat hingga hari ini. semuanya berkat seorang jurnalis bernama Mahpudi yang mendokumentasinya. Hasil dokumentasi itu kemudian diluncurkan Mahpudi dalam bentuk buku di Hotel Le Meridien, Jakarta Pada 29 Maret 2009.

Jejak Pak Harto di Atas Prangko, judulnya. Buku itu bak catatan perjalanan sejarah pembangunan Orba dalam prangko. Acara itu disambut dengan gegap gempita. Buktinya, acara peluncuran buku dihadiri oleh pesohor negeri. Dari anak Soeharto, Mbak Tutut hingga mantan Menteri Orba, Emil Salim.

"Surat adalah tulang punggung komunikasi ketika telematika belum berkembang. Jenderal besar Pak Harto memanfaatkan prangko sebagai media komunikasi intensif untuk memastikan rakyatnya mengetahui kegiatan-kegiatan pembangunan," kata Mbak Tutut dikutip laman Kompas, 29 Maret 2009.