Operasi Alpha: Misi Rahasia Presiden Soeharto Beli Pesawat Tempur Bekas Israel
Pesawat A4-Skyhawk yang dibeli Indonesia dari Israel lewat Operasi Alpha pada 1980-1981, salah satunya dipajang di Museum Satria Mandala, Jakarta. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Penjajahan di muka bumi adalah musuh bersama. Bagi Indonesia, apalagi. Empunya kuasa kerap dalam posisi mendukung perjuangan kemerdekaan negara terjajah macam Palestina. Ambil contoh pada kepemimpinan Presiden Soeharto.

Pemerintah Orde Baru (Orba) ogah berhubungan dengan Israel. Namun, Orba tak sepenuhnya menolak. Orba tercatat pernah berhubungan secara rahasia dalam membeli 32 pesawat tempur bekas Israel: A-4E Skyhawk. Operasi rahasianya itu dikenal luas sebagai Operasi Alpha.

Sikap Indonesia terhadap konflik Israel-Palestina tak pernah berubah. Keberpihakan Indonesia kerap bersama mereka yang terjajah: Palestina. Narasi itu bahkan telah didengungkan dari era Presiden Soekarno.

Sikap itu didasari kesamaan nasib antara Palestina dan Indonesia sebagai negara yang mengalami penjajahan. Bung Besar pun memantapkan pandangan Indonesia untuk mengabdikan perlawanan terhadap tirani kolonialisme dan imperialisme.

Ia mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Pun Israel dibuat Bung Karno tak dapat mengikuti segala macam hajatan internasional di Nusantara -- Konferensi Asia Afrika 1955 hingga Asian Games 1962. Narasi yang sama juga didengungkan oleh pengganti Bung Karno, Soeharto.

Kapten (Pnb) Roycke Lumintang, pilot pesawat tempur T-33 Thunderbird yang diutus TNI AU untuk mempelajari pesawat A4-Skyhawk di Israel lewat Operasi Alpha pada 1980-1981. (aviahistoria.com)

Orang nomor satu di Indonesia itu terus melanggengkan keberpihakan kepada Palestina. The Smiling General kerap mengemukakan pandangan itu di mana-mana. Ia mendukung penuh hak Palestina untuk merdeka.

Posisi itu tak berubah. Sebab, dukungan terhadap Israel adalah sebuah bentuk perwujudan dari pelaksanaan cita-cita bangsa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Soeharto menyebut kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan tak dapat diganggu gugat.

 “Bila diteluri lebih jauh, secara konstitusional, politik luar negeri Indonesia berpijak pada nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama dan alinea keempat. Dalam alenia pertama itu disebutkan: "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

“Kemudian disebutkan dalam alenia keempat disebutkan bahwa Indonesia. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Berdasar hal tersebut, konsekuensi logisnya bila terdapat suatu bangsa yang masih terjajah oleh negara lain, maka Indonesia harus membantu perjuangannya untuk menjadi bangsa yang merdeka,” terang M. Hamdan Basyar dalam buku Potret Politik Luar Negeri Indonesia Di Era Reformasi (2020).

Pesawat Bekas Israel

Keberpihakan Indonesia terhadap Palestina membuat hubungan diplomatik dengan Israel tak terjalin. Israel kerap disampingkan oleh Indonesia. Namun, bukan berarti kedua negara tak pernah menjalin kerja sama secara rahasia.

Indonesia pernah melanggengkan operasi rahasia membeli 32 pesawat tempur bekas dari Israel, A-4E Skyhawk pada 1979. Soeharto lalu menugaskan Letjen, Leonardus Benyamin (Benny) Moerdani untuk melanggengkan misi rahasia. Operasi itu kemudian dikenang sebagai Operasi Alpha, sesuai huruf depan pesawat.

Operasi itu tergolong merepotkan intelejen Indonesia. Sebab, Indonesia tak memiliki hubungan diplomatik kepada Israel. Benny yang kala itu menjabat sebagai asisten intelejen pertahanan dan keamanan ABRI sempat mengancam takkan mengakui kewarganegaraan anggotanya ketika misi itu gagal.

Benny kemudian mengirim timnya ke Israel. Dari teknisi hingga pilot. Semuanya dilakukan dengan rahasia tanpa diketahui segenap rakyat Indonesia. Nama Israel pun diganti jadi Arizona. Demi menjaga kerahasiaan, katanya. Apalagi, semua identitas prajurit telah dibuang di Singapura.

Mereka menuju ke Israel dengan menggunakan penerbangan komersil dari Singapura. Setelahnya, mereka berganti pesawat berkali-kali hingga akhirnya tiba di Israel via bandara Ben Gurion. Agen Mossad –badan intelejen Israel-- pun langsung mengenali seluruh tim yang diutus oleh Benny, sekalipun tanpa paspor.

Pesawat tempur A-4E Skyhawk bekas milik Angkatan Udara Israel. (Wikimedia Commons)

Latihan terbang pun berlangsung di Israel. Tak sebentar. Sebab, Operasi Alpha berakhir pada 20 Mei 1980. Namun, seluruh prajurit yang diutus harus merelakan seluruh barang bawaannya. Dari brevet, hingga ijazah penerbangan dihancurkan.

Benny pun menyiapkan skenario para prajurit asal Indonesia itu pulang kampung melalui Amerika Serikat (AS). Semuanya demi menutup jejak perjalanan ke Israel. Apalagi segenap rakyat Indoensia anti dengan hal berbau Israel.  

“Selepas pendidikan, para penerbang itu pulang ke Indonesia melalui Washington. Selama dua pekan mereka diajak keliling Amerika, tidur di sepuluh hotel, dan mencoba berbagai moda transportasi. Mereka juga diwajibkan mengirim kartu pos ke Indonesia. Mereka kemudian ke Arizona, masuk pangkalan US Marine Corps, Yuma Air Station.”

“Selama tiga hari mereka menjalani pelatihan di sana. Pada hari terakhir, mereka diwajibkan berfoto seolah-olah baru diwisuda dan menerima ijazah versi Marine Corps. Salah satu pose wajibnya adalah berdiri di depan A-4E Skyhawk milik Amerika. Ini sebagai kamuflase intelijen, kata Djoko Poerwoko, salah satu tim yang berangkat. Kembali ke Indonesia, mereka memamerkan Skyhawk ke publik pada peringatan ulang tahun ABRI, 5 Oktober 1980,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Operasi Senyap ke Tanah Taliban (2014).