Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies dipanggil sebagai saksi kasus pengadaan lahan Munjul, Jakarta Timur. Bagaimana kronologi kasus korupsi pengadaan tanah di Munjul ini?

Selain Anies, saksi lain yang dipanggil KPK hari ini adalah Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Prasetio Edi dikabarkan datang lebih dulu, sebelum kemudian disusul Anies yang muncul dengan baju dinas. Dalam kesempatan itu Anies memberi keterangan singkat pada media.

"Saya datang memenuhi panggilan. Saya berharap nantinya keterangan yang saya berikan akan bisa membantu tugas KPK di dalam menuntaskan persoalan korupsi yang sedang diproses. Jadi saya akan menyampaikan semua yang dibutuhkan semoga itu bermanfaat bagi KPK," ucap Anies.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Setelah memberi pernyataan, Anies masuk ke dalam Gedung KPK. Pemeriksaan Anies dan Prasetio menyangkut kapasitas mereka terkait tersangka Yoory Corneles, eks Direktur Utama PT Perumda Pembangunan Jaya.

Usai pemeriksaan, Anies menjelaskan ada delapan pertanyaan yang diajukan kepadanya. Semuanya terkait program pengadaan rumah di Jakarta, termasuk landasan program serta peraturan-peraturan yang ada di Ibu Kota. Anies tak menjawab lebih rinci, termasuk pertanyaan-pertanyaan terkait Yoory dalam konteks kasus ini.

"Alhamdulilah sudah selesai memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan. Ada delapan pertanyaan yang terkait dengan program pengadaan rumah di Jakarta ... Menyangkut substansi biar KPK yang jelaskan, dari sisi kami hanya program saja," kata Anies.

Selain Yoory, dalam kasus ini KPK juga telah menetapkan sejumlah tersangka lain. Di antaranya Wakil Komisaris PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene, Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur Rudi Hartono Iskandar (RHI), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Ardian.

Kasus ini juga menyeret PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi. Atas perbuatannya, Yoory dan para tersangka lain dijerat pelanggaran Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Kronologi korupsi pengadaan lahan di Munjul

Korupsi pengadaan lahan di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur ini terjadi pada 2019. Kasus bermula ketika Perumda Pembangunan Sarana Jaya bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo untuk penyediaan lahan.

Kala itu BUMD di bidang properti tanah dan bangunan itu masih dipimpin Yoory Corneles Pinontoan. Dan lahan yang dicari saat itu ditujukan untuk menjadi unit bisnis atau bank tanah. Kemudian pada 8 April 2019 dilakukan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli.

Penandatanganan dilakukan di kantor Sarana Jaya. Di hadapan notaris, Yoory dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene selaku penjual. Di waktu yang sama, pembayaran 50 persen dengan nominal Rp108,9 miliar mengalir ke rekening Bank DKI milik Anja Runtuwene.

Setelahnya, atas perintah Yoory, Sarana Jaya kembali membayar Anja Runtuwene sekitar Rp43,5 miliar. Sarana Jaya diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan tanah di Munjul itu. Tuduhan pertama terkait tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah.

Yoory Corneles (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Sarana Jaya juga tak melakukan kajian appraisal dan tidak menyertakan kelengkapan persyaratan yang sesuai peraturan terkait. Beberapa tahap pengadaan tanah juga diduga kuat dijalankan tanpa SOP yang sesuai. Selain itu ada dokumen yang disusun secara backdate.

KPK juga menduga sebelum negosiasi dilakukan ada kesepakatan harga awal antara Sarana Jaya dan Anja Runtuwene. Kerugian keuangan negara, diprediksi KPK mencapai Rp152,5 miliar. Dan perihal pemanggilan Anies dan Prasetio Edi ini sejatinya telah lama diwacanakan.

Anies dan Prasetio Edi dianggap kunci pengungkapan kasus lantaran proyek ini telah disusun dalam program Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi DKI Jakarta. "Dalam penyusunan program anggaran APBD DKI tentu Gubernur DKI sangat memahami." 

"Jadi tentu perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang, kita akan ungkap semua pihak yang diduga terlibat baik dari kalangan legislatif dan eksekutif." ungkap Ketua KPK Firli Bahuri dalam keterangan persnya pada Juli lalu.

*Baca Informasi lain soal BERITA NASIONAL atau baca tulisan menarik lain dari Wardhany Tsa Tsia dan Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya