Bagikan:

JAKARTA - Sebuah video viral menunjukkan kehadiran ancaman kapal China di perairan Natuna. Situasi ini mengangkat kembali isu tentang kekayaan besar serta potensi ekonomi di Laut Natuna. Ada kekayaan apa di Natuna, yang disebut-sebut memancing nafsu besar China? Tak cuma China. Di Natuna Indonesia kerap bersengketa dengan negara tetangga lain.

Dalam video viral itu tampak sejumlah nelayan lokal berhadapan dengan kapal perang China di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna Utara. Kapal-kapal China berukuran besar konon membuat banyak nelayan takut melaut.

Sebelumnya, Sekretaris Utama (Sestama) Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksda TNI S. Irawan melaporkan ada ribuan kapal yang masuk perairan Natuna. Namun hal itu diluruskan oleh Kepala Bagian Humas dan Protokol Bakamla Kolonel Wisnu Pramandita.

Menurut Wisnu jumlah ribuan yang dimaksud Irawan bermakna umum. Tidak berarti ribuan kapal masuk di waktu berdekatan apalagi bersamaan. Meski begitu masuknya kapal-kapal asing diakui Wisnu. Selain China, kapal Vietnam juga mendominasi.

Kapal-kapal itu masuk melalui Laut China Selatan yang merupakan teritori Indonesia. Masuknya kapal-kapal itu menurut Wisnu dipengaruhi faktor geografis Laut Natuna Utara yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan.

"Laut Natuna Utara memang banyak kapal asing karena wilayah tersebut merupakan pintu masuk dari dan keluar lalu lintas kapal yang melalui Selat Sunda dan Selat Malaka," tutur Wisnu dalam keterangan resmi Bakamla, dikutip Senin, 18 September.

Sementara, Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia menegaskan situasi Laut Natuna Utara aman terkendali. Ia juga meyakinkan nelayan agar "tidak perlu khawatir serta dapat tetap beraktivitas sebagaimana biasanya."

Kekayaan di Laut Natuna

Ilustrasi foto perairan Natuna (Sumber: Wikimedia Commons)

Kehadiran kapal-kapal asing di Laut Natuna harus ditindak. Kedaulatan Indonesia tak hanya tercoreng karena kapal-kapal asing itu dapat mondar-mandir sesukanya tapi juga karena kapal-kapal itu terbukti kerap mencuri ikan.

Jika merujuk ketentuan wilayah, aktivitas penangkapan ikan oleh kapal asing di Laut Natuna merupakan pelanggaran aturan. Konvensi Hukum Laut Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan perairan Natuna sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Kehebohan terdekat terjadi pada 2020. Kala itu ribuan kapal asing terpantau memasuki perairan Natuna setiap harinya. Kementerian Luar Negeri ketika itu melemparkan nota protes pada China sebagai salah satu negara yang kapalnya paling banyak beroperasi di Laut Natuna.

China ketika itu mengklaim aktivitasnya tidak melanggar hukum karena Laut Natuna Selatan merupakan bagian kawasan Laut China yang sah. Ya, meski ada Konvensi PBB sebagaimana dijelaskan di atas.

Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2020 lalu tercatat ada potensi 327.976 ton ikan pelagis di sana. Ada juga ikan demersal (159.700 ton), cumi-cumi (23.499 ton), rajungan (9.711) ton, kepiting (2.318 ton), dan lobster 1.421 per tahun.

Ada juga potensi ikan kerapu, teri, tenggiri, ekor kuning, udang putih, hingga ikan tongkol. Dari sisi geografis, wilayah Natuna jadi titik paling strategis karena berbatasan dengan beberapa negara yang bersengketa. Selain ikan, potensi lain Laut Natuna adalah kandungan migas.

Berdasar catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Blok East Natuna mengandung volume Initial Gas in Place (IGIP) atau volume gas di tempat hingga 222 triliun kaki kubik (tcf) serta cadangan sebesar 46 tcf.

Blok itu dikembangkan konsorsium yang melibatkan Pertamina bersama ExxonMobil dan PTT Exploration and Production Plc (PTTEP). Hal lain yang membuat Laut Natuna amat seksi adalah letaknya yang sebagai jalur perdagangan utama sepertiga pelayaran dunia.

Langkah pemerintah

Ilustrasi foto (Sumber: Wikimedia Commons)

Kepala Bagian Humas dan Protokol Bakamla Kolonel Wisnu Pramandita menjelaskan pihaknya telah mengajukan rekomendasi kebijakan serta strategi untuk menghadapi situasi terbaru ke Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam). Kebijakan yang dimaksud termasuk menjaga perbatasan di Laut China Selatan.

Bakamla menjelaskan rekomendasi itu juga menegaskan bukan hanya aparat yang kehadirannya diperlukan, tapi juga pelaku ekonomi, termasuk para nelayan dan mereka yang berkegiatan eksplorasi migas. 

Bakamla juga mendorong realisasi konsep Nelayan Nasional Indonesia sebagai pendorong kehadiran pelaku ekonomi sekaligus mendukung monitoring di wilayah Laut Natuna Utara. Langkah lain diunjukkan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.

Di tengah situasi memanas, Prabowo mendatangkan dua teknologi kapal laut tercanggih dari Inggris: Frigate Arrowhead 140. Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan Indonesia akan membangun ratusan kapal Frigate Arrowhead 140.

Ilustrasi foto Frigate Arrowhead 140 (Sumber: flot 2017)

Frigate adalah jenis kapal ringan berkecepatan tinggi dengan kemampuan manuver mumpuni. Frigate memiliki mesin utama berspesifikasi 4 x 9100 kW. Pasokan tenaganya mampu memacu kecepatan maksimal hingga 28 knot, dengan kondisi maximum continuous rating (MCR) serta ketahanan pada 18 knot sebesar 9.000 NM.

Kapal ini juga dilengkapi diesel generator 4 x 1360 kW dan emergency diesel generator 1 x 180 kW. Untuk fitur manuver, kapal ini dilengkapi bow thruster sebesar 925 kW. Frigate Arrowhead 140 juga memiliki peluncur rudal vertikal jarak sedang dan jauh.

Seperti diulas artikel BERNAS berjudul Apa yang Bisa Diharapkan dari Frigate Arrowhead adalah hal ini yang membuat Frigate Arrowhead 140 mampu diandalkan dalam pertahanan laut dan udara. Selain itu ada juga peluncur rudal vertikal ke permukaan dengan jarak jauh.

*Baca Informasi lain soal BERITA NASIONAL atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya