JAKARTA - Selama belasan tahun dilaksanakan, sengketa terkait penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dengan Vietnam yang berada di wilayah Laut Natuna Utara tak kunjung memperoleh kata sepakat.
Banyak kekayaan alam yang berlimpah tersimpan di Laut Natuna Utara, berdasarkan laporan CSIS, peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso mengatakan Laut Natuna Utara memiliki cadangan migas sebanyak 160 triliun kaki kubik gas dan 12 miliar barel minyak. Selain itu, potensi ikan yang ada di Laut Natuna Utara juga tak kalah mencolok.
Laut Natuna Utara masuk dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia: WPP-RI 711, bersama dengan perairan Selat Karimata dan Laut China Selatan.
Potensi kelautan yang besar ini disebut belum dikelola dengan baik, masih banyak masyarakat pesisir yang belum dapat disejahterakan melalui melimpahnya sumber daya laut ini.
Di samping itu, pada Juli 2022 lalu, proses perundingan kembali dilaksanakan dimana kali ini merupakan perundingan ke-14 di mana pemerintah Indonesia dikabarkan siap untuk memberi konsesi bagi Vietnam.
Mengetahui hal ini, berbagai organisasi nelayan dan maritim turut unjuk suara untuk kepentingan perikanan dan kedaulatan di Indonesia dan mengharapkan agar pemerintah dapat memberikan keputusan yang tepat dan dipertimbangkan.
"Patut diingat Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia juga memiliki potensi kekayaan yang berasal dari sumber daya alam kemaritiman yang sangat besar yang belum dikelola secara maksimal sampai dengan saat ini," tegas pendiri serta Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) pada Senin 15 November.
Beberapa tokoh lainnya juga mengharapkan pemerintah dapat selalu memprioritaskan kepentingan masyarakat Indonesia.
"Pemerintah Indonesia seyogyanya untuk terus selalu memprioritaskan kepentingan nasional termasuk dalam pengelolaan ZEE Indonesia dalam hal ini yang berbatasan dengan Vietnam. Kepentingan nasional yang dimaksud termasuk peningkatan kapasitas dan kemampuan nelayan Indonesia baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan pendekatan pendidikan, pelatihan, dan inovasi teknologi penangkapan ikan yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan," kata Ketua Umum Maritim Muda Nusantara Kaisar Akhir dalam keterangan tertulis pada Rabu 2 November lalu.
"Isu ZEE itu sendiri isu politis, negara harus memperjuangkan sampai titik darah penghabisan," ujar Ketua Umum KONANN Suwarno Tarigan.
"Kita perlu mempunyai jati diri yang kuat untuk mempertahankan kedaulatan negara", sambungnya.
"Jangan berikan konsesi buat Vietnam dalam perundingan penetapan batas ZEE dengan Vietnam, ini kerugian bagi Indonesia, karena kehilangan sebagian wilayah yang menjadi klaim Indonesia selama ini,” kata Ketua KNTI Provinsi Aceh, Azwar Anas beberapa waktu lalu.
BACA JUGA:
Adanya pemberian konsesi ZEE untuk Vietnam disebut-sebut akan berdampak negatif dan sangat merugikan bagi para nelayan, menurut Sekjen Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Budi Laksana.
Hingga saat ini, perundingan penetapan batas ZEE dengan Vietnam tersebut belum menghasilkan keuntungan bagi Indonesia terutama terkait kedaulatan negara, menurut SNI.
Di sisi lain, Co-Founder IOJI Andreas Aditya Salim menyampaikan kegiatan illegal fishing atau dugaan illegal fishing oleh kapal ikan Vietnam di daerah laut Natuna Utara di wilayah negosiasi ZEE antara Indonesia dan Vietnam masih ada selama bulan Juli sampai dengan September 2022 dalam press briefing mengenai Analisis Keamanan Maritim pada Senin 15 November.
Dia menilai tidak ada itikad baik dan tidak ada semangat kerja sama dari pemerintah Vietnam terhadap proses perundingan batas ZEE yang sampai saat ini masih berjalan, jika dilihat dari operasi kapal Vietnam di sebelah utara garis landas kontinen.