JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa delapan orang saksi terkait dugaan suap pengadaan proyek di Kabupaten Musi Banyuasin pada Jumat, 29 Oktober. Salah satu yang diperiksa adalah Wakil Bupati Musi Banyuasin Beni Hernedi.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendalami dugaan adanya perintah langsung dari Bupati Musi Banyuasin nonaktif Dodi Reza Alex Noerdin untuk meminta fee dari para pengusaha untuk mengerjakan berbagai proyek di Dinas PUPR.
"(Para saksi, red) didalami terkait dugaan adanya perintah dan delegasi khusus dari tersangka DRA kepada tersangka HM (Herman Mayori) dan tersangka EU (Eddi Umari) untuk dilakukan penarikan fee atas pelaksanaan pekerjaan berbagai proyek di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 1 November.
Adapun para saksi yang dipanggil adalah Kasi Lingkungan dan Keselamatan Dokumen dan Pengembangan Sistem serta Leger Jalan Bidang Pengembangan dan Pengendalian Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Robby Chandra; Kasi Perencanaan dan Penyediaan JPU Bidang Bina Jasa Konstruksi dan Penerangan Jalan Umum (JPU) Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Musyadek; Kasi Operasional Pemeliharaan dan Bina Manfaat SD Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Meydi Lupiandi; dan Kasi Pembinaan dan Pengawasan Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Aditiar Pancawijaya Tantowi.
Selanjutnya, KPK juga memanggil Kasi Pemeliharaan JPU Bidang Bina Jasa Konstruksi dan Penerangan Jalan Umum Dinas PUPR Kab Musi Banyuasin, Saaid Kurniawan; Sekda Kabupaten Musi Banyuasin, Apriyadi; staf ahli Bupati Musi Banyuasin, Badruzzaman alias Acan; dan Wakil Bupati Musi Banyuasin, Beni Henerdi.
Dalam pemeriksaan itu, penyidik juga menelisik pengetahuan para saksi terkait nilai pagu anggaran di Dinas PUPR Musi Banyuasin dan proses lelang proyek di kabupaten tersebut dari mulai penganggaran hingga pelaksanaannya.
"Dikonfirmasi terkait dengan nilai pagu anggaran di Dinas PUPR Kabupetan Musi Banyuasin, termasuk dengan proses penganggaran hingga dilaksanakannya lelang berbagai proyek di Dinas PUPR dimaksud," ungkap Ali.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan anak Alex Noerdin, Dodi Reza Alex Noerdin sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan infrastruktur ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT).
Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lain yaitu Kadis PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori; Kabid SDA/PPK Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari; dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy.
Dalam kasus ini, Dodi melakukan praktik lancung dengan merekayasa sejumlah daftar termasuk membuat daftar calon rekanan yang akan melaksanakan pengerjaan proyek yang anggarannya berasal dari APBD-P Tahun Anggaran 2021 dan bantuan keuangan provinsi, di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
Selain itu, dia ternyata telah menentukan besaran persentase pemberian fee dari tiap nilai proyek dengan rincian 10 persen untuknya, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untk Eddi dan pihak terkait lainnya.
Akibat praktik lancung ini, perusahaan milik Suhandy yaitu PT Selaras Simpati Nusantara dinyatakan sebagai pemenang dari empat proyek pembangunan. Proyek tersebut adalah rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IDPMIP) di Desa Ngulak III, Kec. Sanga dengan nilai kontrak Rp2,39 Miliar; peningkatan jaringan Irigasi DIR Epil dengan nilai kontrak Rp4,3 Miliar; peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan dengan nilai kontrak Rp3,3 Miliar; normalisasi Danau Ulak Ria Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp9,9 Miliar.
Dodi diduga akan menerima komitmen fee sebesar Rp2,6 miliar dari Suhandy. Hanya saja, saat OTT dilakukan ia baru menerima sebagian uang yang diberikan melalui anak buahnya yaitu Herman dan Eddi.