Bagikan:

JAKARTA - Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin kini merasakan dinginnya rumah tahanan setelah terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat malam, 15 Oktober. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap pengadaan infrastruktur di wilayahnya.

Setelah menjalani pemeriksaan usai tertangkap tangan, Dodi yang merupakan anak sulung mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Dalam giat tersebut, KPK menangkapnya di sebuah hotel di Jakarta.

"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan empat tersangka sebagai berikut yaitu DRA (Dodi Reza Alex) Bupati Musi Banyuasin periode 2017 sampai dengan 2022," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers pada Sabtu, 16 Oktober.

Selain Dodi, KPK juga menetapkan Kadis PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori yang kini ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur; Kabid SDA/PPK Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari yang ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih; dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy yang juga ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih.

Alex mengatakan kasus ini bermula saat Pemkab Musi Banyuasin akan melaksanakan pembangunan sejumlah proyek yang dananya bersumber dari APBD-P tahun anggaran 2021 dan Bantuan Keuangan Provinsi pada Dinas PUPR. Hanya saja, dalam prosesnya diduga ada arahan dan perintah langsung dari Dodi kepada anak buahnya, termasuk Herman Mayori dan Eddi Umari untuk melakukan rekayasa.

"Di antaranya dengan membuat list, daftar pekerjaan dan telah pula ditentukan calon rekanan yang akan menjadi pelaksana pekerjaan tersebut," ungkap Alex.

Tak sampai di situ, Dodi ternyata telah menentukan besaran persentase pemberian fee dari tiap nilai proyek dengan rincian 10 persen untuknya, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untk Eddi dan pihak terkait lainnya.

Dengan bantuan praktik culas yang telah dilakukan, perusahaan milik Suhandy yaitu PT Selaras Simpati Nusantara dinyatakan sebagai pemenang dari empat proyek pembangunan. Proyek tersebut adalah rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IDPMIP) di Desa Ngulak III, Kec. Sanga dengan nilai kontrak Rp2,39 Miliar; peningkatan jaringan Irigasi DIR Epil dengan nilai kontrak Rp4,3 Miliar; peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan dengan nilai kontrak Rp3,3 Miliar; normalisasi Danau Ulak Ria Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp9,9 Miliar.

"Total komitmen fee yang akan diterima oleh DRA dari SUH dari empat proyek dimaksud sejumlah sekitar Rp2,6 miliar," ujar Alex.

Dari total itu, sebagian uang sudah diserahkan oleh Suhandy melalui anak buah Dodi yaitu Herman dan Eddi. Adapun dalam OTT ini, KPK mengamankan uang sebesar Rp270 juta dan Rp1,5 miliar dari ajudan Dodi di Jakarta.

Lantas untuk apa uang tersebut?

Direktur penyidikan KPK Setyo Budiyanto belum mengetahui pasti peruntukkan uang yang disita oleh anak buahnya dalam kegiatan tangkap tangan di dua tempat yaitu di Musi Banyuasin dan Jakarta. "Itu tentu menjadi sesuatu yang menarik oleh penyidik berdasarkan temuan tersebut," kata dia dalam konferensi pers yang sama.

Penggunaan uang itu, sambung Setyo, tentunya akan didalami penyidik dalam proses selanjutnya. Setidaknya, ada dua hal yang nantinya akan ditanya kepada para tersangka termasuk dari mana sumber uang itu.

"Nanti kami akan dalami yang pertama adalah sumbernya. Asalnya dari mana uang tersebut dan untuk apa keperluannya atau kepentingannya," pungkasnya.