Rajin Gelar OTT Sepekan Ini, KPK Jerat 2 Kader Golkar
Gedung KPK (VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dua kali melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT) dalam sepekan ini dan menjerat dua kepala daerah yaitu Dodi Reza Alex Noerdin yang merupakan Bupati Musi Banyuasin dan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra. Meski begitu, penetapan tersangka terhadap keduanya dipastikan murni penegakan hukum.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar memastikan penetapan Dodi Reza dan Andi Putra yang sebagai tersangka murni sebagai langkah penegakan hukum. Dia menampik adanya dugaan politisasi yang muncul karena dua kepala daerah itu berasal dari Partai Golkar.

"Tentu KPK tidak berpolitik. Jadi kita lihat kasusnya murni hukum," kata Lili dalam konferensi pers penetapan Andi Putra sebagai tersangka pada Selasa, 19 Oktober kemarin.

Senada, Direktur Penyidikan Setyo Budiyanto mengatakan penetapan tersangka tersebut dilakukan karena KPK telah memiliki alat bukti atas dugaan tindak pidana korupsi. "Tentu penyidik punya alat bukti lain yang sudah diyakini, artinya yakin berdasarkan alat bukti tersebut patut diduga telah terjadi pemberian," ungkapnya.

Suap yang antarkan para Bupati Asal Golkar ke Rutan KPK

Dalam konferensi pers itu, Lili Pintauli menjelaskan Andi dan General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso ditetapkan sebagai tersangka akibat dugaan penerimaan suap terkait perizinan perkebunan. Kasus ini bermula saat PT Adimulia Agrolestari mengajukan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) mulai 2019 dan berakhir pada 2024.

Pada pengajuan itu disebutkan tiap perusahaan harus membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU di wilayah Kuansing. Namun, perusahaan tersebut justru membuatnya di Kabupaten Kampar bukan di Kabupaten Kuansing.

Meski begitu, Sudarso tetap mengajukan surat permohonan kepada Andi untuk menyetujuinya. Hanya saja, kesepakatan itu tercapai dengan adanya pemberian uang yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada September sebesar Rp500 juta dan Oktober Rp200 juta.

Akibat tindakan itu, KPK kemudian menetapkan Andi dan Sudarso sebagai tersangka. Kedua tersangka tersebut ditahan di dua tempat yang berbeda yaitu di Rutan KPK Pada Cabang Pomdam Jaya Guntur dan Gedung Merah Putih.

Atas perbuatannya, Andi yang merupakan penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Sudarso sebagai pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara dalam OTT di Kabupaten Musi Banyuasin pada Jumat, 15 Oktober, KPK telah menetapkan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin sebagai tersangka penerima suap pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2021.

Selain itu, KPK juga turut menetapkan tiga pihak lainnya sebagai tersangka, yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Herman Mayori; Kabid SDA/PPK Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Eddi Umari dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara, Suhandy.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Dodi melakukan praktik lancung dengan merekayasa sejumlah daftar termasuk membuat daftar calon rekanan yang akan melaksanakan pengerjaan proyek yang anggarannya berasal dari APBD-P Tahun Anggaran 2021 dan bantuan keuangan provinsi, di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.

Selain itu, dia ternyata telah menentukan besaran persentase pemberian fee dari tiap nilai proyek dengan rincian 10 persen untuknya, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untk Eddi dan pihak terkait lainnya.

Akibat praktik lancung ini, perusahaan milik Suhandy yaitu PT Selaras Simpati Nusantara dinyatakan sebagai pemenang dari empat proyek pembangunan. Sedangkan sebagai imbalannya, Dodi diduga akan menerima komitmen fee sebesar Rp2,6 miliar dari Suhandy.

Proyek tersebut adalah rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IDPMIP) di Desa Ngulak III, Kec. Sanga dengan nilai kontrak Rp2,39 Miliar; peningkatan jaringan Irigasi DIR Epil dengan nilai kontrak Rp4,3 Miliar; peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan dengan nilai kontrak Rp3,3 Miliar; normalisasi Danau Ulak Ria Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp9,9 Miliar.

Hanya saja, saat OTT dilakukan ia baru menerima sebagian uang yang diberikan melalui anak buahnya yaitu Herman dan Eddi. Adapun uang yang diamankan dalam operasi senyap itu sebesar Rp270 juta dan Rp1,5 miliar dari ajudan Dodi di Jakarta.