JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar pengacara Bupati Musi Banyuasin nonaktif Dodi Reza Alex Noerdin (DRA), Soesilo Ariwibowo terkait barang bukti berupa uang Rp1,5 miliar.
Hal ini dilakukan saat KPK melakukan pemeriksaan terhadap Soesilo pada Kamis, 11 November kemarin. Uang itu ditemukan saat komisi antirasuah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang berujung pada penetapan Dodi sebagai tersangka dugaan suap infrastruktur di Kabupaten Musi Banyuasin.
"Soesilo Ariwibowo hadir dan tim penyidik mengonfirmasi yang bersangkutan antara lain terkait dengan barang bukti yang ditemukan dan diamankan pada saat dilakukan penangkapan terhadap tersangka DRA," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati kepada wartawan, Jumat, 12 November.
Selain memeriksa Soesilo, KPK juga memeriksa tujuh saksi lainnya pada hari yang sama. Mereka yang diperiksa adalah Kasie Penatagunaan Sumber Daya Air Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, Dian Pratnamas Putra; ASN Pemkab Musi Banyuasin, Hendra Oktariza, Hardiansyah, dan Hendra Oktariza.
Berikutnya, penyidik juga memeriksa Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemkab Musi Banyuasin, Daud Amri; serta honorer Septian Aditya; dan swasta Yuswanto.
Pada pemeriksaan yang digelar di Satbromobda Sumatera Selatan itu, ketujuh saksi ini didalami perihal adanya perintah dari Dodi kepada anak buahnya yang juga jadi tersangka yaitu Kadis PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori serta pejabat lain di Dinas PUPR.
BACA JUGA:
KPK menyebut, Dodi memerintahkan agar mereka memenangkan perusahaan milik Suhandy yaitu PT Selaras Simpati setelah mendapatkan commitmen fee.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya perintah dan pengaturan dari Tsk DRA kepada Tsk HM serta pihak lainnya di Dinas PUPR Pemkab Musi Banyuasin agar memenangkan perusahaan milik Tsk SUH dan pihak rekanan lainnya dengan adanya penyetoran sejumlah fee," ujar Ipi.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan anak Alex Noerdin, Dodi Reza Alex Noerdin sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan infrastruktur ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT).
Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lain yaitu Kadis PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori; Kabid SDA/PPK Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari; dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy.
Dalam kasus ini, Dodi melakukan praktik lancung dengan merekayasa sejumlah daftar termasuk membuat daftar calon rekanan yang akan melaksanakan pengerjaan proyek yang anggarannya berasal dari APBD-P Tahun Anggaran 2021 dan bantuan keuangan provinsi, di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
Selain itu, dia ternyata telah menentukan besaran persentase pemberian fee dari tiap nilai proyek dengan rincian 10 persen untuknya, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untk Eddi dan pihak terkait lainnya.
Akibat praktik lancung ini, perusahaan milik Suhandy yaitu PT Selaras Simpati Nusantara dinyatakan sebagai pemenang dari empat proyek pembangunan. Proyek tersebut adalah rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IDPMIP) di Desa Ngulak III, Kec. Sanga dengan nilai kontrak Rp2,39 Miliar; peningkatan jaringan Irigasi DIR Epil dengan nilai kontrak Rp4,3 Miliar; peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan dengan nilai kontrak Rp3,3 Miliar; normalisasi Danau Ulak Ria Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp9,9 Miliar.
Dodi diduga akan menerima komitmen fee sebesar Rp2,6 miliar dari Suhandy. Hanya saja, saat OTT dilakukan ia baru menerima sebagian uang yang diberikan melalui anak buahnya yaitu Herman dan Eddi.