Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami perihal uang Rp1,5 miliar yang ditemukan saat menangkap tangan Bupati Musi Banyuasin nonaktif Dodi Reza Alex Noerdin.

Pendalaman ini dilakukan dengan memeriksa sejumlah saksi, termasuk ayah Dodi yang juga mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin. Pemeriksaan tersebut digelar di Kantor Kejaksaan Negeri Palembang pada Kamis, 13 Januari.

"Alex Noerdin, mantan Gubernur Provinsi Sumatera Selatan diperiksa di Kantor Kejaksaan Negeri Palembang. Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait uang sitaan sejumlah Rp1,5 miliar yang dibawa oleh tersangka DRA saat dilakukan penangkapan oleh tim KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 14 Januari.

Selain Alex Noerdin, Ali mengatakan pengacara bernama Soesilo Ariwibowo juga diperiksa terkait uang miliaran rupiah tersebut. Dia diperiksa di Gedung Merah Putih KPK.

"Yang bersangkutan hadir dan tim penyidik melakukan pendalaman materi terkait uang sitaan Rp1,5 miliar milik tersangka DRA," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK sejak beberapa waktu lalu telah menelusuri peruntukan uang miliaran rupiah yang ditemukan saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan dan menjerat Dodi Reza.

Hasilnya, Rp1,5 miliar yang ditemukan dalam operasi senyap tersebut ternyata akan digunakan untuk membayar pengacara yang akan menangani kasus dugan korupsi yang menjerat ayah Dodi, yaitu mantan Gubernur Sumatera Utara Alex Noerdin. Adapun Alex Noerdin ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Sebagai informasi, KPK menetapkan anak Alex Noerdin yang juga menjabat sebagai Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan infrastruktur ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT).

Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lain yaitu Kadis PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori; Kabid SDA/PPK Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari; dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy.

Dalam kasus ini, Dodi melakukan praktik lancung dengan merekayasa sejumlah daftar termasuk membuat daftar calon rekanan yang akan melaksanakan pengerjaan proyek yang anggarannya berasal dari APBD-P Tahun Anggaran 2021 dan bantuan keuangan provinsi, di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.

Selain itu, dia ternyata telah menentukan besaran persentase pemberian fee dari tiap nilai proyek dengan rincian 10 persen untuknya, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untk Eddi dan pihak terkait lainnya.

Akibat praktik lancung ini, perusahaan milik Suhandy yaitu PT Selaras Simpati Nusantara dinyatakan sebagai pemenang dari empat proyek pembangunan. Proyek tersebut adalah rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IDPMIP) di Desa Ngulak III, Kec. Sanga dengan nilai kontrak Rp2,39 Miliar; peningkatan jaringan Irigasi DIR Epil dengan nilai kontrak Rp4,3 Miliar; peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan dengan nilai kontrak Rp3,3 Miliar; normalisasi Danau Ulak Ria Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp9,9 Miliar.

Dodi diduga akan menerima komitmen fee sebesar Rp2,6 miliar dari Suhandy. Hanya saja, saat OTT dilakukan ia baru menerima sebagian uang yang diberikan melalui anak buahnya yaitu Herman dan Eddi.