Anies Baswedan Mengaku Ditanya Penyidik KPK soal Program Pengadaan Rumah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan pers usai diperiksa KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku ditanya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai program pengadaan rumah di Jakarta. 

Hal ini disampaikannya usai diperiksa selama sekitar 5 jam sejak pukul 10.05 WIB sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi pengadaan tanah Munjul, Jakarta.

Penyidik, kata Anies, menanyakan 8 pertanyaan terkait program tersebut. Ada pun pertanyaan berkaitan dengan aturan yang ada di Pemprov DKI Jakarta.

"Ada 8 pertanyaan yang terkait dengan program pengadaan rumah di Jakarta. Pertanyaan menyangkut landasan program dan seputar peraturan-peraturan yang ada di Jakarta," kata Anies kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 21 September.

Anies tak memerinci lebih lanjut perihal pemeriksaannya. Hanya saja, dia mengatakan penyidik KPK sebenarnya rampung memeriksa sekitar pukul 12.30 WIB.

Tapi karena ada beberapa hal yang harus ditinjau ulang, Anies baru keluar ruang pemeriksaan sekitar pukul 15.00 WIB.

"Sebenarnya sudah selesai 12.30 tapi kemudian panjang untuk mereview yang tertulis itu semua. Tuntas jam 15.00-an lalu selesai," ujar mantan Mendikbud ini. 

Anies mengaku seluruh hal yang diketahuinya sudah disampaikan pada penyidik. Karenanya, dia berharap informasinya bisa membantu KPK mengusut dugaan korupsi yang dilakukan mantan anak buahnya, Yoory Corneles, eks Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan empat tersangka yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.

Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.

Dugaan korupsi ini terjadi saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. Selanjutnya, perusahaan milik daerah ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.

Akibat dugaan korupsi ini, negara diperkirakan merugi hingga Rp152,5 miliar. Para tersangka diduga menggunakan uang ini untuk membiayai kebutuhan pribadi mereka.