Kasus Korupsi Tanah Munjul, Ketua DPRD DKI Ditanya KPK Mekanisme Penganggaran: Saya Serahkan ke Eksekutif
Ketua DPRD DKI, Prasetio Edi Marsudi (Foto: Wardhani Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengaku ditanya perihal mekanisme penganggaran yang berujung pada kasus korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon tahun 2019.

Prasetyo bilang ini setelah menjalani pemeriksaan sekitar empat jam oleh penyidik KPK. Prasetyo merupakan saksi untuk mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles yang jadi tersangka dalam kasus ini.

"(Tadi, red) ditanya soal mekanisme saja, mekanisme penganggaran dari RPJMD, KUA, RKPD gitu aja," kata Prasetyo kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 21 September.

Ia mengaku, penyidik hanya memberi sekitar enam atau tujuh pertanyaan terkait mekanisme yang berlaku di Badan Anggaran Pemprov DKI Jakarta untuk memberi persetujuan anggaran. Prasetyo posisinya sebagai Ketua Banggar DKI.

Lebih lanjut, politikus PDI Perjuangan tersebut memaparkan mekanisme persetujuan anggaran di Banggar Provinsi DKI Jakarta. Kata Prasetyo, anggaran memang dibahas di dalam rapat yang kemudian diketok dan disahkan untuk eksekutif.

Anggaran yang dibahas tidak detail tapi dilakukan secara keseluruhan.

"Nah gelondongan itu saya serahkan kepada eksekutif dan itu eksekutif harus bertanggung jawab," ujar Prasetyo.

"Kalau dirapatin, semua dirapatin di Badan Anggaran. Semua pakai mekanisme," imbuhnya.

Prasetyo juga menegaskan dirinya tak kenal dengan para tersangka yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah ini. Lagipula, dirinya tidak memimpin rapat pembahasan anggaran saat itu.

"Pada saat itu pelaksana badan anggarannya itu bukan saya tapi Pak Tri Wicaksana karena kolektif kolegial. Jadi bukan saya," ungkapnya.

"Nah, pada saat itu ada defisit anggaran sebesar Rp18 triliun. Saya sisir sampai surplus Rp1 triliun itu. Setelah itu gelondongan saya kasih ke eksekutif, gitu aja sudah selesai tugas saya," imbuh Prasetyo.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar. Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.

Dugaan korupsi ini terjadi saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. Selanjutnya, perusahaan milik daerah ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.

Akibat dugaan korupsi ini, negara diperkirakan merugi hingga Rp152,5 miliar. Para tersangka diduga menggunakan uang ini untuk membiayai kebutuhan pribadi mereka.