Bagikan:

JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan penghentian pemberian dosis ketiga atau penguat vaksin COVID-19 hingga setidaknya akhir September.

Ini dikatakan oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus Rabu kemarin, mengkiritisi kesenjangan antara vaksinasi di negara-negara kaya dan miskin melebar.

Seruan untuk moratorium adalah pernyataan terkuat dari badan PBB, pada saat negara-negara mempertimbangkan perlunya dosis penguat untuk memerangi varian Delta yang menyebar cepat dari virus corona.

"Saya memahami keprihatinan semua pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari varian Delta. Tetapi, kami tidak dapat menerima negara-negara yang telah menggunakan sebagian besar pasokan vaksin global untuk menggunakan lebih banyak lagi," sebut Tedros, mengutip Reuters Kamis 5 Agustus.

Negara-negara berpenghasilan tinggi memberikan sekitar 50 dosis untuk setiap 100 orang pada bulan Mei, dan jumlah itu meningkat dua kali lipat, menurut WHO. Sementara, negara-negara berpenghasilan rendah hanya mampu memberikan 1,5 dosis untuk setiap 100 orang, karena kurangnya pasokan.

"Kami membutuhkan pembalikan mendesak dari sebagian besar vaksin ayng saat ini pergi ke negara-negara berpenghasilan tinggi, untuk dialihkan ke negara-negara berpenghasilan rendah," sambung Tedros.

Untuk melawan penyebaran varian Delta, beberapa negara mulai menggunakan atau mulai mempertimbangkan kebutuhan dosis penguat, meski pun para ilmuwan masih memperdebatkan apakah suntikan tambahan diperlukan atau tidak.

"Fakta kami memvaksinasi orang dewasa yang sehat dengan dosis booster vaksin COVID-19 adalah cara berpikir yang picik," kritik Elin Hoffmann Dahl, penasihat medis penyakit menular untuk kampanye akses Medecins Sans Frontieres.

"Dengan munculnya varian baru, jika kita terus membiarkan sebagian besar dunia tidak divaksinasi, kita pasti akan membutuhkan vaksin yang disesuaikan di masa depan," tukas Dahl kepada Reuters

Untuk diketahui, pekan lalu Presiden Israel Isaac Herzog menerima dosis ketiga vaksin virus corona, memulai kampanye untuk memberikan dosis booster kepada orang berusia di atas 60 tahun di negara itu.

Sementara, Amerika Serikat pada Bulan Juli menandatangani kesepakatan dengan Pfizer Inc dan mitra Jerman BioNTech untuk membeli 200 juta dosis tambahan vaksin COVID-19 mereka, untuk membantu vaksinasi anak serta kemungkinan suntikan booster. Regulator kesehatan AS masih menilai perlunya dosis booster.