Penularan Masih Tinggi, Australia Catat Salah Satu Kematian Termuda Akibat COVID-19 Varian Delta
Ilustrasi penguncian wilayah COVID-19 di Australia. (Wikimedia Commons/Advanstra)

Bagikan:

JAKARTA - Kabar duka datang dari Negara Bagian New South Wales, Australia yang melaporkan salah satu kematian termuda akibat COVID-19, saat tengah berjuang menekan infeksi akibat varian Delta di tengah penguncian yang sudah memasuki minggu keenam.

Pria yang tidak disebutkan namanya berusia 20-an, yang tidak memiliki penyakit bawaan, kendati belum divaksin COVID-19, meninggal di rumahnya di kota, kata pihak berwenang. Dia memburuk dengan cepat setelah sebelumnya mengeluh hanya gejala ringan, tambah pernyataan tersebut, mengutip Reuters Rabu 4 Agustus.

Kematian tersebut menyoroti risiko yang dihadapi kota terbesar di Australia, yang sedang berjuang untuk menahan wabah varian Delta yang sangat menular, sementara jumlah penduduk yang sudah divaksinasi masih kurang dari 20 persen.

Tahun lalu, negara bagian tetangga Victoria mengatakan seorang pria yang tidak disebutkan namanya juga berusia 20-an telah meninggal karena COVID-19, meskipun seorang koroner masih menyelidiki penyebab pasti kematiannya.

Kasus kematian pemuda ini adalah satu dari dua kematian akibat COVID-19 yang dilaporkan di New South Wales dalam 24 jam terakhir. Negara bagian ini juga mencatat 233 kasus baru, mendekati level tertinggi 16 bulan yang dilaporkan pekan lalu. Sementara, Perdana Menteri Negara Bagian Gladys Berejiklian mengatakan, jumlah kasus kemungkinan masih akan bertambah.

"Saya tidak akan mengesampingkan jumlah kasus tidak akan bertambah buruk, saya benar-benar berpikir mereka akan bertambah buruk," kata Berejiklian kepada wartawan di Sydney.

"Jika Anda melihat jumlah orang yang menular di masyarakat, itu menunjukkan bahwa mungkin kita belum mencapai puncaknya," sambungnya.

australia
Ilustrasi COVID-19 Australia. (Wikimedia Commons/Kgbo)

Berejiklian berada di bawah tekanan kuat untuk melonggarkan pembatasan pergerakan yang mengancam akan mendorong Australia ke dalam resesi kedua dalam beberapa tahun. Namun, dia mengatakan untuk melonggarkan pembatasan pada akhir Agutus, 50 persen dari populasi negara bagian yang dipimpinnya harus sudah menerima vaksin COVID-19.

Kendati demikian, masih banyak warga Australia yang khawatir dengan risiko pembekuan darah yang langka dari penggunaan vaksin AstraZeneca, satu dari dua vaksin yang disetujui di Negeri Kangguru.

Padahal, Pemerintah merilis pemodelan yang menyebut negara bagian perlu memvaksin sedikitnya 70 persen populasinya, untuk memperlambat penyebaran. Untuk itu, pemerintah meminta masyarakat tidak menunggu pasokan vaksin Pfizer yang diharapkan terealisasi bulan depan.

New South Wales telah mengambil tindakan pencegahan agresif untuk menghentikan penyebaran virus corona, termasuk menutup pinggiran kota yang berisiko tinggi dan meminta militer untuk membantu polisi menegakkan aturan penguncian.

Sebanyak 17 orang telah meninggal di Sydney selama wabah saat ini yang dimulai pada 16 Juni. Selama waktu itu, lonjakan telah mendorong total kasus di New South Wales menjadi lebih dari 4.000.

Terpisah, Queensland pada Hari Rabu melaporkan 16 kasus yang didapat secara lokal, sama seperti hari sebelumnya, mendorong pihak berwenang untuk menyatakannya sebagai wabah terburuk di negara bagian itu sejak awal pandemi dan memperingatkan bahwa penguncian di ibu kota Brisbane mungkin diperpanjang melampaui hari Minggu.

"Jika kami tidak melakukan sesuatu yang sangat, sangat, sangat istimewa di Queensland, kami akan memperpanjang penguncian," terang Kepala Petugas Kesehatan Queensland Jeannette Young kepada wartawan di Brisbane.

Untuk diketahui, mengutip Worldometers secara nasional Negeri Kangguru total mencatat 35.086 kasus infeksi COVID-19, dengan 927 kematian dan 30.397 pasien dinyatakan sembuh sejak awal pandemi tahun lalu.