JAKARTA - Perwakilan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menyerahkan tambahan bukti ke Dewan Pengawas. Bukti ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri dkk yang dilakukan dalam proses alih status pegawai KPK.
Apalagi, berdasarkan Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 3 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Persidangan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK putusan pemeriksaan pendahuluan tak menutup laporan.
"Dengan demikian kami menganggap bahwa laporan aduan tertanggal 18 Mei 2021 dengan tambahan data dan informasi tertanggal 16 Juni 2021, masih bisa dibuka pemeriksaannya dengan pemberian bukti-bukti baru, untuk mencukupkan bukti dugaan pelanggaran dimaksud dan dilanjutkan ke sidang etik," ungkap Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi nonaktif Hotman Tambunan kepada wartawan yang dikutip Kamis, 29 Juli.
Dia mengatakan ada dua alasan kuat perwakilan pegawai ini memberikan bukti tambahan kepada Dewan Pengawas KPK. Pertama, beberapa perbuatan dalam laporan pemeriksaan pendahuluan Tumpak Hatorangan dkk bukanlah perbuatan yang dimaksudkan oleh pelapor.
Kedua, temuan Ombudsman RI yang menunjukkan adanya maladministrasi dan pelanggaran lain dalam TWK yang dilakukan oleh pimpinan KPK.
Selain itu, Dewan Pengawas KPK dalam laporan pendahuluan juga tidak menemukan bukti rapat pimpinan dimana dalam rapat tersebut Ketua KPK Firli Bahuri dengan jelas dan tegas menyebutkan bahwa TWK bukanlah berakibat lulus atau tidak lulus.
"Kami memberikan bukti keberadaan rapat tersebut," kata Hotman.
BACA JUGA:
Adapun, bukti baru yang diserahkan ke Dewas antara lain notulen Rapim 5 Maret 2021 di Ruang rapat Pancasila yang dihadiri oleh empat orang pimpinan dan pejabat struktural. Hotman mengatakan, dalam rapat itu Ketua Firli Bahuri secara jelas menyebutkan bahwa TWK tidak ada lulus dan tidak lulus.
Bukti tambahan lainnya yaitu email SDM kepada Sespim untuk mengesahkan botulen rapat tanggal 5 Maret 2021 tetapi tidak pernah ditindaklanjuti oleh Sespim. Selanjutnya, laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman RI menyatakan perbuatan sewenang-wenang pimpinan yang mengeluarkan SK 652 dan berita acara tanggal 25 Mei 2021.
"Dimana muatan Berita Acara tersebut adalah pemberhentian pegawai yang mendasarkan pada hasil TWK," jelas Hotman.
Dengan adanya bukti tambahan ini, para pegawai tersebut berharap Dewas KPK dapat mempertimbangkan keputusan mereka dan melanjutkan laporan dugaan pelanggaran ke sidang etik. Pegawai juga meminta semua pelapor dapat diperiksa atau setidaknya pemeriksaan dilakukan melalui daring dan tidak memeriksa pelapor secara acak.
"Sehingga apa yang dimaksud oleh pelapor sebagai perbuatan yang diduga melanggar kode etik dapat dipahami secara utuh dan komprehensif oleh Dewas," pungkasnya.