Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan melanjutkan laporan perwakilan 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ke sidang etik. Mereka tak menemukan cukup bukti terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Pimpinan KPK

"Dewan pengawas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan seluruh dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh Pimpinan KPK sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan kepada Dewas tidak cukup bukti sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Ketua Dewan Pengawas Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 23 Juli.

Penilaian dewas, laporan pegawai soal dugaan pelanggaran yang terdiri dari tujuh materi tidak mendasar dan tak jelas. Salah satu yang disinggung adalah terkait penyisipan pasal terkait pelaksanaan TWK.

Senada, Anggota Dewas KPK Harjono mengatakan demikian. Kata dia, tidak ada temuan yang menunjukkan adanya bukti terkait penambahan pasal yang diajukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri dalam rapat pimpinan pada 25 Januari 2021.

"Tidak benar dugaan Pasal Tes Wawasan Kebangsaan merupakan pasal yang ditambahkan oleh saudara Firli Bahuri dalam rapat," ungkapnya.

Sehingga, berdasarkan pertimbangan tersebut dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku sebagaimana dilaporkan melanggar Nilai Integritas Pasal 4 Ayat 1 huruf a Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020 dinyatakan tidak cukup bukti.

Dewan pengawas juga tak menemukan bukti pimpinan KPK tidak memberi informasi terkait TWK termasuk jika ada pegawai yang gagal. Pimpinan KPK dianggap telah menyosialisasikan dan menginformasikan para pegawai tentang pelaksanaan TWK termasuk konsekuensinya.

Seluruh keputusan ini, disebut Dewan Pengawas KPK sudah diambil secara bijak. Setidaknya ada 11 saksi dan 5 terlapor yang telah diperiksa, termasuk memeriksa kelima pimpinan.

Para saksi yang diperiksa ini juga mencakup pihak lain yang turut serta melaksanakan TWK yaitu Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kemenpan RB, dan Kemenkum HAM. Selain itu, terdapat 42 bukti rekaman dan dokumen yang diperiksa saat proses pendalaman aduan ini berlangsung.