China Dukung UNESCO Memasukan Great Barrier Reef ke Daftar 'Dalam Bahaya'
Ilustrasi laut di kawasan Great Barrier Reef. (Wikimedia Commons/Workfortravel)

Bagikan:

JAKARTA - China membela Organisasi Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), terkait dengan usulan untuk memasukan kawasan Great Barrier Reef ke daftar 'dalam bahaya'.

Bukan kebetulan, China yang sebelumnya terlibat friksi dengan Australia, tahun ini menjadi tuan rumah pertemuan virtual maupun fisik UNESCO yang digelar di Kota Fuzhou selama dua minggu kedepan, dengan UNESCO rencananya akan mengambil keputusan pada Jumat 23 Juli mendatang. 

"Australia, sebagai negara anggota Komite Warisan Dunia (UNESCO), harus mementingkan pendapat badan-badan penasehat dan dengan sungguh-sungguh memenuhi tugas perlindungan Warisan Dunia, daripada membuat tuduhan tak berdasar terhadap negara-negara lain," kata Tian Xuejun, Wakil menteri Pendidikan China dan presiden sesi tahun ini, pada Hari Minggu kemarin, mengutip CNA Senin 19 Juli. 

Komite UNESCO akan mempertimbangkan untuk menambahkan situs baru ke dalam daftar Warisan Dunia, menghapus beberapa dan menambahkan yang lain ke dalam kategori dalam bahaya.

Misalnya seperti rancangan keputusan untuk menempatkan Venesia dalam daftar dalam bahaya, mendorong pemerintah Italia untuk melarang kapal pesiar dari kota laguna dalam upaya untuk menghindari penunjukan tersebut.

Tian, ​​berbicara pada konferensi pers pertama sejak pertemuan dibuka Jumat lalu mengatakan, proposal Great Barrier Reef didasarkan pada data dari Australia dan rekomendasi dari badan penasihat, alih-alih karena campur tangan Beijing seperti tuduhan Negeri Kangguru.

great barrier reef
Ilustrasi Great Barrier Reef. (Wikimedia Commons/Sarah_Ackerman)

Terpisah, Menteri Lingkungan Australia Susan Ley, yang berada di Eropa untuk melobi delegasi UNESCO agar tidak mendukung daftar dalam bahaya, tidak segera bersedia untuk mengomentari kritik China.

Kantornya pada Hari Senin merilis sebuah laporan oleh Institut Ilmu Kelautan Australia yang didanai pemerintah, yang mengindikasikan pemulihan luas terumbu karang. Pemantauan oleh lembaga tersebut menemukan tutupan karang telah meningkat selama jeda dari cuaca buruk selama setahun terakhir.

"Rilis laporan lengkap menggarisbawahi pandangan kami, daftar yang diusulkan Komite Warisan Dunia tidak didasarkan pada informasi terbaru," kata Ley dalam sebuah pernyataan.

Australia diketahui bereaksi dengan tegas saat draft rancangan peraturan ini diluncurkan bulan lalu. "Keputusan ini salah. Jelas ada politik di baliknya," kata Ley, tanpa menyebut nama China.

Untuk diketahui, hubungan antara kedua negara memburuk dalam beberapa tahun terakhir, dengan Australia memblokir teknologi dan investasi China dalam infrastruktur utama. Sementara China menggunakan tarif dan langkah-langkah lain untuk mengurangi impornya dari Australia.

Jauh sebelumnya, Australia telah diperingatkan pada tahun 2014, jika Great Barrier Reef tengah dipertimbangkan untuk masuk daftar 'dalam bahaya', setelah ditetapkan sebagai warisan dunia pada tahun 1981 silam. 

Untuk diketahui, rancangan keputusan mengatakan, rencana jangka panjang Australia untuk terumbu karang, jaringan 2.500 terumbu karang seluas 348.000 km persegi, membutuhkan komitmen yang lebih kuat dan lebih jelas, khususnya untuk melawan dampak perubahan iklim secara mendesak.

"Kami sangat mengakui pekerjaan yang telah dilakukan di Australia, tetapi teks kami dalam rancangan keputusan, adalah proposal untuk menempatkan situs dalam daftar warisan dunia dalam bahaya, karena ancaman yang diidentifikasi," terang Mechtild Roessler, direktur Komite Warisan Dunia UNESCO.

Terpisah, Ernesto Ottone Ramirez, asisten direktur jenderal untuk budaya di UNESCO mengatakan, daftar dalam bahaya harus dilihat sebagai seruan kolektif untuk tindakan dari semua negara anggota.

"Itu sesuatu yang harus dilihat sebagai sesuatu yang positif dan bukan, seperti yang kami dengar dari beberapa otoritas di negara lain, sebagai hukuman. Begitulah cara kita melestarikan warisan kita untuk generasi mendatang," tegasnya.