Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan perdana menteri negara bagian berada di bawah tekanan publik yang meningkat pada Hari Jumat waktu setempat, untuk segera mengatasi wabah COVID-19 varian Delta yang menimbulkan ancaman besar beberapa bulan ke depan.

Wabah ini menyoroti apa yang dikatakan para kritikus sebagai kelemahan Australia dalam merespon pandemi, keterlambatan pemesanan vaksin, panduan yang tidak tepat dan menyebabkan keragu-raguan untuk menerima vaksin, serta penguncian dan karantina yang dinilai terlalu lunak.

Otoritas Australia melaporkan 103 kasus baru pada Hari Jumat, sebagian besar di Sydney dengan sisanya di Melbourne, menjadikan total kasus sejak wabah saat ini dimulai sebulan lalu menjadi di atas 1.000. Dua orang meninggal dunia, 75 orang dirawat di rumah sakit dengan 18 orang dalam perawatan intensif.

Bukan jumlah yang besar dalam skala dunia, tapi bagi Australia, itu adalah perubahan haluan yang tajam setelah hanya mengalami gejolak kecil dan lokal selama beberapa bulan.

Sejak Jumat, 40 persen dari 25 juta orang di negara itu, di seluruh Sydney, pusat wabah dan Negara Bagian Victoria, hidup di bawah beberapa bentuk kondisi penguncian.

Yang menjadi perhatian utama pejabat kesehatan adalah kenyataan, proporsi orang yang keluar di tempat umum sementara menular tetap sangat tinggi, meskipun penduduk Sydney memasuki minggu keempat penguncian.

"Saya tidak dapat menekankan kepada masyarakat, keprihatinan mutlak saya kita perlu bekerja lebih keras untuk mengurangi mobilitas, mengurangi interaksi kita dengan orang lain," kata Kepala Petugas Kesehatan New South Wales Kerry Chant, mengutip Reuters Jumat 16 Juli. 

australia
Ilustrasi COVID-19 di Sydney, Australia. (Kate Trifo/Unsplash)

Situasi tersebut telah memicu kritik terhadap pendekatan Perdana Menteri Negara Bagian New South Wales Gladys Berejiklian terhadap krisis, dengan beberapa pejabat kesehatan mengatakan dia terlalu lambat untuk memberlakukan penguncian di Sydney dan tidak membuatnya menjadi penguncian ketat.

Berejiklian, yang telah memperpanjang penguncian dua kali menjadi total lima minggu, pada Hari Jumat memohon kepada orang-orang untuk mengikuti perintah tinggal di rumah, dengan menegaskan dia akan memperketat pembatasan jika perlu. 

Pemerintahnya telah berulang kali menolak untuk menentukan bisnis dan gerakan pribadi apa yang dianggap penting, dengan mengatakan orang harus menggunakan akal sehat. Sementara, banyak toko rumah dan pengecer non-makanan lainnya, yang telah menjadi 'hotspot' penyebaran virus tetap buka.

Di negara bagian Victoria yang bertetangga, tempat virus menyebar ke Melbourne dari Sydney melalui keluarga yang kembali dan tim penggerak furnitur, Perdana Menteri Daniel Andrews memulai penguncian lima hari yang lebih ketat pada Kamis malam, menutup semua toko ritel.

"Kami tidak punya pilihan. Kita bisa melihat seperti apa seribu kasus itu, dan kita tidak menginginkan itu," kata Andrews

Baik Berejiklian maupun Andrews sepakat mengatakan, jumlah orang di komunitas yang terinfeksi harus mendekati nol sebelum pembatasan dicabut. Sementara, para ekonom memperkirakan penguncian Sydney saja akan merugikan ekonomi Australia senilai 2 triliun dolar Australia atau sekitar 1,5 triliun dolar Amerika Serikat.

Para kritikus juga menilai keterlambatan pemerintahan PM Morrison untuk mengamankan pasokan vaksin COVID-19, membuat Australia 'kewalahan' menghadapi varian Delta, dibanding dengan gelombang pertama pandemi sepanjang tahun lalu.

PM Morrison yang dituntut untuk meningkatkan program vaksinasi yang baru sekitar 10 persen dari total populasi, menyalahkan kekurangan pasokan vaksin Pfizer dan pembatasan penggunaan vaksin AstraZeneca karena hubungan bekuan darah yang langka.

Sementara itu, mengutip Worldometers, hingga Jumat 16 Juli Australia mencatat total infeksi COVID-19 sebanyak 31.626 kasus, dengan 912 kematian dan sebanyak 29.594 pasien dinyatakan sembuh.