Bagikan:

JAKARTA - Inggris mengakhiri penguncian akibat COVID-19 yang telah berlangsung lebih dari setahun terakhir, dengan Perdana Menteri Boris Johnson dan Menteri Keuangan Rishi Sunak menjalani isolasi usai kontak dengan seorang menteri yang positif terinfeksi COVID-19.

Perdana Menteri Boris Johnson mengakhiri lebih dari satu tahun pembatasan penguncian COVID-19 di Inggris pada hari Senin, mendesak masyarakat untuk tetap berhati-hati tetapi menaruh kepercayaannya pada vaksin untuk melindungi negara itu bahkan ketika infeksi melonjak.

Disebut media Inggris sebagai 'Hari Kebebasan', keputusan PM Johnson untuk mencabut peraturan demi memulai kembali ekonomi yang rusak oleh serangkaian penguncian sejak Maret 2020, menandai babak baru dalam respons global terhadap virus corona.

Jika vaksin terus terbukti efektif dalam mengurangi penyakit parah dan kematian bahkan ketika infeksi mencapai tingkat rekor, keputusan PM Johnson dapat menginformasikan pendekatan negara lain yang sangat divaksinasi untuk kembali normal.

Tetapi, strategi ini memiliki risiko, terutama kekhawatiran varian COVID-19 yang mampu menolak vaksin dapat muncul, atau beban kasus dapat tumbuh sangat parah sehingga ekonomi terhenti. Mengingat itu, PM Johnson telah mendesak publik untuk mengambil pendekatan yang hati-hati terhadap pembukaan kembali.

"Jika kita tidak melakukannya sekarang, kita harus bertanya pada diri sendiri, kapan kita akan melakukannya?" katanya dalam pesan video yang direkam pada Hari Minggu, mengutip Reuters Senin 19 Juli.

"Ini adalah saat yang tepat tetapi kita harus melakukannya dengan hati-hati. Kita harus ingat, sayangnya virus ini masih ada di luar sana," lanjut PM Johnson.

pm inggris
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. (Wikimedia Commons/10 Downing Street)

Inggris memiliki angka kematian tertinggi ketujuh di dunia, 128.708, dan diperkirakan akan segera memiliki lebih banyak infeksi baru setiap hari daripada pada puncak gelombang kedua virus awal tahun ini. Hari Minggu kemarin, Inggris mencatat 48.161 kasus baru.

Kendati demikian, Inggris saat ini menjadi yang terdepan dalam hal vaksinasi, mengungguli negara-negara Eropa lainnya dengan 87 persen penduduk dewasa telah menerima satu dosis vaksin COVID-19, serta lebih dari 68 persen telah menerima dua dosis vaksin COVID-19.

Sementara untuk kasus kematian harian, Inggris saat ini mencatat sekitar 40 kematian per hari, jauh lebih kecil dari puncak kasus kematian harian pada Januari lalu yang mencapai 1.800 kematian per hari. 

Mulai tengah malam, undang-undang di Inggris yang mewajibkan masker wajah untuk dikenakan di toko-toko dan tempat-tempat dalam ruangan lainnya akan berakhir, demikian juga batasan kapasitas di bar dan restoran, termasuk aturan yang membatasi jumlah orang yang dapat bersosialisasi bersama.

Sebelumnya, PM Johnson menetapkan pembatasan COVID-19 untuk Inggris, dengan administrasi devolusi di Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara membuat kebijakan mereka sendiri.

Yang mengejutkan, PM Johnson dan Menteri Keuangan Rishi Sunak menjalani isolasi diri, setelah Menteri Kesehatan Sajid Javid dinyatakan positif terkena virus pada Hari Sabtu lalu. PM Johnson diketahui menggelar pertemyan dengan Javid pada Jumat lalu. Rencana PM Johnson dan Sunak untuk menghindari persyaratan karantina 10 hari sesuai ketentuan yang berlaku di Inggris dibatalkan, setelah protes publik pada Hari Minggu kemarin. 

Namun demikian, kepala penasihat medis pemerintah telah memperingatkan krisis dapat kembali lagi secara mengejutkan dengan cepat, jika jumlah kasus melonjak. PM Johnson sendiri telah menyoroti risiko varian baru dan mendesak warga untuk menyelesaikan program vaksin.

"Di atas segalanya, tolong, tolong, tolong, ketika Anda diminta untuk mendapatkan vaksinasi kedua itu, tolong maju dan lakukan," harap PM Johnson yang rencananya akan menjalani isolasi mandiri di kediaman resmi PM Inggris, Checkers.