JAKARTA - Seruan boikot pelaksanaan Olimpiade Tokyo 2020 menguat di Korea Selatan. Bukan karena kekhawatiran akan COVID-19 seperti yang meningkat akhir-akhir ini.
Seruan boikot datang setelah Jepang kembali mengklaim Pulau Dokdo yang berada di wilayah paling timur Korea Selatan sebagai wilayah mereka, dalam peta Olimpiade Tokyo 2020.
Seruan dimulai segera setelah setelah Kementerian Luar Negeri Korea Selatan memprotes Komite Olimpiade Jepang pada 24 Mei. Protes diajukan, setelah peta yang menunjukkan rute Estafet Obor Olimpiade Tokyo 2020 menandai Pulau Dokdo sebagai wilayah Jepang. Kabarnya, Jepang menolak mengoreksi peta tersebut.
Pada 2019, Pemerintah Korea Selatan memprotes penyelenggara atas peta yang pada saat itu menandai Dokdo dengan lebih jelas. Menyusul protes tersebut, penyelenggara mengubah peta, membuat Dokdo tidak terlihat. Namun, jika diperbesar, peta masih menunjukkan Pulau Dokdo di atas Prefektur Shimane.
Sejumlah tokoh dan anggota Parlemen Korea Selatan pun mengecam klaim berulang yang dilakukan oleh Jepang terhadap Pulau Dokdo. Misalnya mantan perdana menteri dan mantan Ketua Partai Demokrat Korea (DPK) Lee Nak-yon.
Melalui laman Facebook ia menulis pada Kamis ini, komite penyelenggara Olimpiade Tokyo menandai Dokdo sebagai Jepang dan menolak tuntutan Korea Selatan untuk memperbaikinya.
"Dokdo adalah wilayah Korea secara historis, geografis dan hukum internasional. Saya sangat mendesak Pemerintah Jepang untuk memperbaiki ini secepat mungkin. Piagam Olimpiade menyatakan itu mengejar netralitas politik, dan tindakan Jepang bertentangan dengan semangat Olimpiade yang mengejar harmoni," tulis Lee melansir Korea Times Kamis 27 Mei.
"Jika Jepang terus menolak (mengoreksi), pemerintah Korea harus mengambil semua tindakan yang mungkin dilakukan, termasuk memboikot Olimpiade," lanjutnya.
Sementara itu, mantan perdana menteri dan calon presiden Chung Sye-kyun, sehari sebelumnya menulis di Facebook, Pemerintah Korea harus mempertimbangkan semua tindakan yang mungkin dilakukan, termasuk boikot Olimpiade, kecuali jika menghapus Dokdo dari peta.
"Dia mengatakan klaim Jepang atas Dokdo berasal dari saat mereka mencaplok Korea," tulisnya, menambahkan Jepang harus meninggalkan masa lalu imperialisme yang kelam.
Terpisah, anggota parlemen Kim Byong-wook dari oposisi utama People Power Party juga mengkritik keras klaim tersebut.
"Menyusul distorsi sejarah dalam buku teks sejarahnya, Jepang membuat klaim atas Dokdo melalui situs web Olimpiade. Dipertanyakan apakah Tokyo layak menjadi tuan rumah Olimpiade, di mana orang-orang di seluruh dunia mengejar harmoni," kritiknya
Kim lantas mencontohkan kasus saat penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin PyeongChang 2018. Menjadi tuan rumah penyelenggara di bawah bendera unifikasi Korea bersama Korea Utara, bendera yang dibawa menggambarkan Semenanjung Korea tanpa Dokdo.
"Karena IOC (Komite Olimpiade Internasional) tidak mengizinkannya karena klaim Jepang. Jika Jepang melanjutkan klaimnya atas Dokdo di panggung Olimpiade, ini adalah contoh kasus standar ganda," tegas Kim.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Korea Selatan dengan tegas menolak klaim Jepang atas Pulau Dokdo, dalam buku pelajaran SMP di Jepang pada awal Bulan April lalu. Dari 296 buku yang disetujui Pemerintah Jepang, 30 jenis di antaranya untuk pelajaran ilmu sosial. Di dalamnya, berisi klaim kedaulatan Tokyo atas Pulau Dokdo.
Tahun lalu, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengajukan protes keras, karena Jepang menyinggung Pulau Dokdo dalam buku putih pertahanan negara itu, seperti melansir Yonhap. Dalam buku itu, Jepang menyebut status Dokdo yang belum kelar dengan Korea Selatan, seperti halnya status Kepulauan Kuril yang disengketakan dengan Rusia.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, klaim Jepang atas Dokdo atau Takeshima di Jepang sudah berlangsung sejak lama. Sejak tahun 2005, nama Dokdo selalu masuk dalam buku biru diplomat dan buku putih pertahanan Jepang.
Pada 25-26 Agustus 2019 lalu, Korea Selatan menggelar latihan militer besar-besaran di Pulau Dokdo, diikuti seluruh unsur dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Selain pasukan khusus Angkatan Laut, latihan ini juga diikuti Marinir, jet tempur F-15Ks, hingga Kapal Perusak Aegis Sejong The Great.
Ketika itu, latihan digelar setelah Korea Selatan menarik diri dari perjanjian berbagi informasi intelijen dengan Jepang. Sementara, Jepang mencoret Korea Selatan dari daftar mitra dagang terpercaya, seperti melansir Reuters 25 Agustus 2019.