DPR Minta Polisi Selidiki 279 Juta Data Warga Indonesia yang Bocor
Gedung DPR RI (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Fraksi PKS DPR RI Bukhori Yusuf menyoroti kasus 279 juta data penduduk Indonesia yang diduga bocor dan dijual di forum peretas Raid Forum. Dari pantauan di sosial media Twitter, salah satu akun menyebutkan bahwa data tersebut diduga milik Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan.

Bukhori menegaskan, data pribadi adalah hak asasi yang harus dijaga sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945. Dalam Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 disebutkan, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Menurut anggota Komisi VIII DPR itu, kebocoran data pribadi tersebut tidak bisa sebatas dimaknai sebagai insiden personal yang menimpa warga negara. 

"Ini adalah wujud ancaman siber (cyber threat) terhadap national interest kita, mengingat kebocoran data tersebut ditengarai menimpa salah satu badan negara dan berpotensi menimbulkan kerugian sistemik dalam jumlah yang signifikan,” ujar Bukhori, Jumat, 21 Mei.

Berdasarkan riset bertajuk Global Digital Reports 2020, sebanyak 64 persen penduduk Indonesia telah terkoneksi dengan internet. Namun, masifnya penggunaan internet tidak diimbangi dengan regulasi perlindungan data pengguna internet yang memadai.

 

Sementara, Badan Siber dan Sandi Negara mencatat, sepanjang 2020 telah terjadi 2.549 kasus pencurian informasi melalui surat elektronik dengan tujuan kejahatan. Kemudian terdapat 79.439 akun yang datanya dibobol.

“Fakta ini menunjukan urgensi hadirnya kebijakan yang melindungi pengguna internet. Salah satunya melalui pengesahan rancangan undang-undang perlindungan data pribadi,” kata Bukhori.

Anggota Baleg DPR itu menjelaskan, terkait regulasi perlindungan data, sejumlah kawasan di dunia telah menerapkan kebijakan tersebut. Salah satunya adalah Uni Eropa dengan General Data Protection Regulation (GDPR). Aturan ini menstandardisasi undang-undang perlindungan data di semua negara anggota Uni Eropa dan menerapkan aturan baru yang ketat untuk mengendalikan dan memproses informasi identitas pribadi.

Regulasi ini mencakup perlindungan data pribadi berikut hak atas perlindungan data dengan memberikan kendali kembali kepada warga negara. Arah pengaturan dari regulasi ini mencakup perseorangan, perusahaan, maupun organisasi yang memproses data pribadi seseorang.

Karenanya, politikus PKS itu meminta kepolisian mengusut tuntas pihak yang sengaja membocorkan dan memperjualbelikan data pribadi tersebut. Sebab, kata dia, kejadian itu berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan dari aspek materil maupun imateril.

“Dari segi materil, bisa kita cermati bahwa banyak terjadi penyalahgunaan data untuk transaksi fiktif, misalnya pinjaman online yang mengakibatkan kerugian bagi pihak yang datanya dicuri. Tidak hanya itu, dari segi imateril, sangat jelas bahwa kebocoran data ini membuat kita was-was," katanya.

"Tidak jarang, sejumlah korban mengalami hambatan untuk mengakses pelayanan publik, misalnya pembuatan NPWP, akibat data pribadinya ternyata telah dipakai oleh orang lain tanpa sepengetahuan,” sambung dia.

Bukhori juga mendorong semua stakeholder yang terlibat bisa segera diselidiki.

"Jika terbukti akibat kelalaian, saya minta segera ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku karena terbukti merugikan pihak lain," tandas legislator dapil Jawa Tengah itu.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) langsung turun tangan dan menyelidiki kasus kebocoran data Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia di forum internet. Terlebih 279 juta data tersebut diduga berasal dari BPJS Kesehatan dan diperjualbelikan.

“Kementerian Kominfo sedang melakukan pendalaman atas dugaan kebocoran data tersebut,” kata Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi dalam pesan singkatnya, Kamis, 20 Mei.

Kebocoran data itu mulai diketahui usai akun @ndagels mencuit setidaknya ada 279 juta data milik Warga Negara Indonesia (WNI) yang dijual oleh hacker. Kebocoran data tidak hanya mencakup Nomor Induk Kependudukan (NIK) tapi juga status hidup atau mati hingga gaji.