COVID-19, Keterbukaan Data dan Krematorium yang Bekerja 24 Jam di India
Ilustrasi penanganan pasien COVID-19. (Wikimedia Commons/US Navy Mass Communication Specialist 2nd Class Sara Eshleman)

Bagikan:

JAKARTA - Tungku gas dan kayu bakar di sebuah krematorium di negara bagian Gujarat, India barat, telah berjalan begitu lama tanpa jeda selama pandemi COVID-19, sehingga bagian logam mulai meleleh.

"Kami bekerja sepanjang waktu dengan kapasitas 100 persen untuk mengkremasi jenazah tepat waktu," Kamlesh Sailor, pengelola krematorium di Surat, kepada Reuters beberapa waktu lalu. 

Ya, seiring dengan meledaknya kasus COVID-19 di India, sejumlah kota besar melaporkan jumlah kremasu dan penguburan yang jauh lebih besar di bawah protokol virus corona, dibanding jumlah kematian resmi COVID-19, menurut petugas krematorium dan pemakaman, media dan review data pemerintah.

Kasus COVID-19 harian di India melonjak rekor 273.810 pada Senin awal pekan ini, dan kematian naik 1.619 menjadi 178.769. Rumah sakit kekurangan tempat tidur, oksigen dan obat-obatan utama, dan infeksi telah melewati 15 juta, jumlah tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat.

Seorang pejabat senior kesehatan negara mengatakan peningkatan jumlah kremasi disebabkan, jenazah dikremasi menggunakan protokol COVID-19 bahkan jika ada 0,1 persen kemungkinan orang tersebut positif.

"Dalam banyak kasus, pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi sangat kritis dan meninggal sebelum mereka diuji, dan ada beberapa kasus di mana pasien dibawa mati ke rumah sakit, dan kami tidak tahu apakah mereka positif atau tidak," kata pejabat itu.

ilustrasi
Ilustrasi penanganan pasien COVID-19. (Wikimedia Commons/Mstyslav Chernov)

Lonjakan kremasi

Di Surat, kota terbesar kedua di Gujarat, krematorium Kurukshetra Sailor dan krematorium kedua yang dikenal sebagai Umra, telah mengkremasi lebih dari 100 jenazah per hari di bawah protokol COVID selama seminggu terakhir, jauh melebihi jumlah kematian COVID-19 harian resmi kota sekitar 25, menurut untuk wawancara dengan pekerja.

Prashant Kabrawala, wali amanat Narayan Trust, yang mengelola krematorium Ashwinikumar, menolak memberikan jumlah jenazah yang diterima di bawah protokol COVID-19, tetapi mengatakan, kremasi di sana meningkat tiga kali lipat dalam beberapa pekan terakhir.

"Saya telah secara teratur pergi ke krematorium sejak 1987, dan terlibat dalam fungsi sehari-hari sejak 2005. Tetapi saya belum melihat begitu banyak mayat datang untuk kremasi selama bertahun-tahun ini, bahkan selama wabah pes pada tahun 1994 dan banjir pada tahun 2006," ungkapnya.

Di Lucknow, ibu kota negara bagian Uttar Pradesh yang padat penduduk, data dari krematorium khusus COVID-19 terbesar, Baikunthdham, menunjukkan dua kali lipat jumlah jenazah yang tiba pada enam hari berbeda pada Bulan April, daripada data pemerintah tentang kematian akibat COVID19 di seluruh kota.

Angka tersebut tidak memperhitungkan krematorium kedua khusus COVID di kota itu, atau penguburan di komunitas Muslim yang merupakan seperempat dari populasi kota.

Kepala Krematorium Azad, yang hanya memiliki satu nama mengatakan, jumlah kremasi berdasarkan protokol COVID telah meningkat lima kali lipat dalam beberapa pekan terakhir.

"Kami bekerja siang dan malam. Insinerator beroperasi penuh waktu, tetapi masih banyak orang yang harus menunggu dengan jenazah untuk upacara terakhir," ungkapnya. Seorang juru bicara pemerintah Uttar Pradesh tidak menanggapi permintaan komentar.

Di tempat lain, India Today melaporkan dua krematorium di Bhopal, ibu kota negara bagian Madhya Pradesh, terdapat 187 mayat dikremasi mengikuti protokol COVID dalam empat hari bulan ini, sementara jumlah kematian resmi COVID-19 hanya lima.

Minggu lalu Sandesh, surat kabar Gujarati, menghitung 63 mayat meninggalkan satu rumah sakit khusus COVID-19 untuk dimakamkan di kota terbesar negara bagian itu, Ahmedabad, pada hari di mana data pemerintah mengumumkan 20 kematian akibat virus corona.

ilustrasi kremasi
Ilustrasi kremasi. (Wikimedia Commons/Donvikro)

Jurnal medis Lancet mencatat, tahun lalu empat negara bagian India yang merupakan 65 persen dari kematian akibat COVID-19 secara nasional, masing-masing mencatat 100 persen kematian akibat virus korona.

Tetapi, Kurang dari seperempat kematian di India bersertifikat medis, terutama di daerah pedesaan, yang berarti tingkat kematian COVID-19 sebenarnya di banyak dari 24 negara bagian lain di India mungkin tidak akan pernah diketahui.

India bukan satu-satunya negara yang statistik virus coronanya dipertanyakan. Tetapi, kesaksian para pekerja dan literatur akademis yang terus berkembang menunjukkan, kematian di India kurang dilaporkan dibandingkan dengan negara lain.

Bhramar Mukherjee, seorang profesor biostatistik dan epidemiologi di Universitas Michigan dalam penelitian tentang gelombang pertama COVID-19 di India menyimpulkan, terdapat 11 kali lebih banyak infeksi daripada yang dilaporkan, sejalan dengan perkiraan dari penelitian di negara lain. Sementara, jumlah kematian lebih banyak dua hingga lima kali daripada yang dilaporkan.

"Sebagian besar kematian tidak terdaftar sehingga tidak mungkin dilakukan penghitungan validasi," tukas Mukherjee.