Kasus COVID-19 di India Tembus 20 Juta, Pemimpin Oposisi Minta <i>Lockdown</i> Nasional
PM India Narendra Modi saat memberikan keterangan pers soal COVID-19 (Wikimedia Commons/Press Information Bureau, Government of India)

Bagikan:

JAKARTA - Pemimpin oposisi India Rahul Gandhi menyerukan penguncian nasional, seiring dengan lonjakan kasus infeksi COVID-19 di India yang telah melewati angka 20 juta kasus, 20.282.833 kasus, nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat.

Gelombang infeksi kedua yang mematikan di India, lonjakan infeksi virus korona terbesar di dunia, membutuhkan waktu lebih dari empat bulan untuk menambahkan 10 juta kasus, dibandingkan lebih dari 10 bulan untuk 10 juta kasus pertama. 

Pada Hari Selasa, India melaporkan 357.229 kasus baru selama 24 jam terakhir, sementara kematian naik 3.449 dengan korban 222.408, data kementerian kesehatan menunjukkan.

Pakar medis mengatakan, angka sebenarnya di India bisa lima hingga 10 kali lebih tinggi daripada yang dilaporkan.

"Satu-satunya cara untuk menghentikan penyebaran corona sekarang adalah penguncian penuh. Kelambanan Pemerintah India membunuh banyak orang yang tidak bersalah," kata anggota parlemen  Rahul Gandhi di Twitter, merujuk pada Pemerintah India, seperti dilansir Reuters, Selasa 4 Mei.

Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi enggan memberlakukan lockdown nasional, seiring dengan kekhawatiran jatuhnya perekonomian India. Meski, beberapa negara telah memberlakukan berbagai batasan sosial.

Lonjakan kasus COVID-19 varian India yang sangat menular telah membanjiri sistem kesehatan, menguras pasokan oksigen medis yang penting untuk kelangsungan hidup bagi mereka yang terinfeksi. Banyak pasien yang tidak dapat tempat tidur, meninggal di ambulans dan tempat parkir di luar rumah sakit.

Barisan tumpukan kayu pemakaman di taman dan tempat parkir mobil mengkremasi limpahan mayat. Seiring dengan krematorium yang sudah bekerja 24 sehari seminggu penuh, tidak mampu lagi menampung beban mayat yang meninggal.

Pemerintahan India di bawah PM Narendra Modi telah dikritik karena lamban dalam mengantisipasi gelombang infeksi COVID-19, setelah kurva sempat turun drastis mulai September 2020 hingga Februari 2021. Serta membiarkan jutaan orang yang sebagian besar tidak mengenakan masker, menghadiri festival keagamaan dan rapat umum politik. 

Selain itu, lonjakan COVID-19 di India bertepatan dengan penurunan drastis dalam vaksinasi, karena masalah pasokan dan pengiriman.

"Apa yang diungkapkan beberapa pekan terakhir adalah, baik Pusat maupun negara bagian sangat tidak siap untuk gelombang kedua," kata editorial Times of India pada Hari Selasa.