JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata terkait uji materi Pasal 36 huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang mengatur ketentuan larangan pimpinan KPK berhubungan dengan pihak tersangka korupsi.
“Menolak permohonan pemohon I untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 158/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis 2 Januari, disitat Antara.
Pasal yang dipersoalkan oleh Alex Marwata seutuhnya berbunyi “Pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.”
Pada perkara ini, Alex Marwata meminta kepada MK agar pasal tersebut dihapus atau diganti menjadi “Mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau yang mewakilinya dengan maksud untuk meringankannya.”
Dalam pertimbangan putusan, MK menyatakan bahwa keberadaan Pasal 36 huruf a UU KPK justru dapat menjadi instrumen jaminan untuk mengawal sifat kekhususan dan muruah lembaga KPK.
Menurut MK, mengingat karakteristik KPK yang dapat dikategorikan sebagai lembaga yang bersifat luar biasa atau extraordinary function, seharusnya lembaga tersebut dijalankan oleh para pimpinan yang memiliki integritas, loyalitas, dan nilai pengabdian yang tinggi.
“Bahkan seharusnya lebih tinggi kadarnya dari rata-rata dibanding unsur penegak hukum lainnya,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat membacakan pertimbangan putusan itu.
Oleh karena itu, menurut Mahkamah, norma Pasal 36 huruf a UU KPK merupakan norma yang penting dan fundamental untuk menjadi rujukan bagi para pimpinan KPK dan dapat menjadi instrumen sistem peringatan dini bagi seluruh pimpinan KPK.
BACA JUGA:
Di samping itu, MK turut menegaskan bahwa titik awal potensi terjadinya suatu perkara dugaan tindak pidana korupsi adalah saat adanya laporan atau pengaduan masyarakat yang telah dilaporkan kepada pimpinan KPK.
Artinya, ketika sebuah pengaduan masyarakat sudah masuk dan telah diteruskan kepada pimpinan, sejak itu pula menjadi titik awal pimpinan KPK untuk tidak boleh berhubungan secara langsung ataupun tidak dengan pihak yang berpotensi menjadi tersangka atau pihak lain yang ada hubungannya dengan perkara yang dilaporkan masyarakat.
Mahkamah menyimpulkan pokok permohonan Alex tidak beralasan menurut hukum. Oleh sebab itu, MK menolak permohonan mantan Wakil Ketua KPK itu untuk seluruhnya.
Dalam perkara ini, Alex Marwata merupakan pemohon I, sementara Auditor Muda KPK Lies Kartika Sari sebagai pemohon II dan Pelaksana Unit Sekretariat Pimpinan KPK Maria Fransiska sebagai pemohon III. Akan tetapi, MK menyatakan pemohon II dan III tidak memiliki kedudukan hukum.