JAKARTA - Mantan Presiden Amerika Serikat sekaligus penerima Nobel Perdamaian Jimmy Carter meninggal dunia dalam usia 100 tahun di rumahnya di Plains, Georgia, pada Hari Minggu, kata Carter Center.
Aktif di bidang kemanusiaan, Carter merupakan petani kacang di Georgia yang menjadi presiden saat AS berjuang melawan ekonomi yang buruk, krisi penyanderaan Iran, hingga sukses menjadi mediator krisis Israel dengan Iran.
"Ayah saya adalah pahlawan, tidak hanya bagi saya tetapi juga bagi semua orang yang percaya pada perdamaian, hak asasi manusia, dan cinta tanpa pamrih," kata Chip Carter, putra Jimmy Carter, melansir Reuters 30 Desember.
"Saudara laki-laki, saudara perempuan, dan saya berbagi dia dengan seluruh dunia melalui keyakinan bersama ini. Dunia adalah keluarga kita karena cara dia menyatukan orang-orang, dan kami berterima kasih kepada Anda karena menghormati kenangannya dengan terus menjalani keyakinan bersama ini," lanjutnya.
James Earl Carter Jr. lahir pada tanggal 1 Oktober 1924, di Plains, Georgia, salah satu dari empat bersaudara dari seorang petani dan pemilik toko.
Ia lulus dari Akademi Angkatan Laut AS pada tahun 1946, bertugas dalam program kapal selam nuklir, dan keluar untuk mengelola bisnis pertanian kacang tanah milik keluarga.
Ia menikahi istrinya, Rosalynn, pada tahun 1946. Mereka memiliki tiga putra dan seorang putri.
Carter menjadi jutawan, anggota legislatif Negara Bagian Georgia, dan Gubernur Georgia dari tahun 1971 hingga 1975. Tidak diunggulkan, Carter malah sukses mengalahkan para pesaingnya di Partai Demokrat untuk nominasi presiden tahun 1976.
Ia menjabat sebagai presiden ke-39 Amerika Serikat dari Januari 1977 hingga Januari 1981, setelah mengalahkan petahana Gerald Ford dari Partai Republik dalam pemilihan umum tahun 1976.
Masa jabatan presidennya yang hanya satu periode ditandai oleh puncak perjanjian Camp David tahun 1978 antara Israel dan Mesir, yang membawa stabilitas di Timur Tengah.
Timur Tengah menjadi fokus kebijakan luar negeri Pemerintahan Carter. Perjanjian damai Mesir-Israel tahun 1979, yang didasarkan pada kesepakatan Camp David tahun 1978, mengakhiri perang antara kedua negara tetangga tersebut.
Carter membawa Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin ke tempat peristirahatan presiden Camp David di Maryland untuk melakukan pembicaraan. Kemudian, ketika kesepakatan tersebut terancam gagal, Carter menyelamatkan keadaan dengan terbang ke Kairo dan Yerusalem untuk melakukan diplomasi antar-jemput pribadi.
Perjanjian tersebut mengatur penarikan pasukan Israel dari Semenanjung Sinai Mesir dan pembentukan hubungan diplomatik. Begin dan Sadat masing-masing memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1978.
Namun, masa jabatannya dirundung oleh resesi ekonomi (inflasi dua digit, suku bunga yang melebihi 20 persen dan harga gas yang melonjak), ketidakpopuleran yang terus-menerus, hingga krisis penyanderaan Iran yang menghabiskan 444 hari terakhir masa jabatannya.
Periode berikutnya, ia kalah telak dari pesaingnya Ronald Reagen, mantan aktor dan Gubernur California dari Partai Republik.
Namun, reputasi Carter lebih baik dibanding saat masih menjabat sebagai presiden, sebuah status yang diakuinya.
Ia dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 2002 sebagai pengakuan atas "upayanya yang tak kenal lelah untuk menemukan solusi damai bagi konflik internasional, untuk memajukan demokrasi dan hak asasi manusia, dan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial."
Jejak kinerja Carter ada di Eritrea, Bosnia hingga Haiti. Tak hanya itu, Carter Center miliknya di Atlanta mengirimkan delegasi pemantau pemilu internasional ke tempat pemungutan suara di seluruh dunia.
Meskipun mengalami kesulitan saat menjabat, Carter tidak memiliki banyak saingan dalam hal prestasi sebagai mantan presiden. Ia memperoleh pengakuan global sebagai seorang pembela hak asasi manusia yang tak kenal lelah, suara bagi mereka yang kehilangan haknya, dan seorang pemimpin dalam perjuangan melawan kelaparan dan kemiskinan, sehingga memperoleh rasa hormat yang tidak pernah ia dapatkan di Gedung Putih.
Carter meninggalkan jabatannya dengan sangat tidak populer tetapi bekerja dengan penuh semangat selama beberapa dekade untuk tujuan kemanusiaan.
Babak lain dari perjalanan politiknya adalah protes terhadap invasi Uni Soviet ke Afghanistan pada tahun 1979 dengan membooikot Olimpiade Moskow 1980. Ia juga meminta Senat AS untuk menunda pertimbangan perjanjian senjata nuklir besar dengan Moskow.
Di eranya pula, status kendali Terusan Panama beralih dari Amerika Serikat ke Panama setelah memeroleh persetujuan Senat yang tipis pada tahun 1978, meski ada kritik terusan tersebut penting bagi keamanan Negeri Paman Sam.
Berikutnya, Ia juga berhasil menyelesaikan negosiasi tentang hubungan penuh Amerika Serikat dengan Tiongkok.
Carter juga melakukan perjalanan ke Korea Utara pada tahun 1994 untuk meredakan krisis nuklir, dengan Presiden Kim Il Sung setuju untuk membekukan program nuklirnya dengan imbalan dialog yang dilanjutkan dengan Amerika Serikat. Hal itu menghasilkan kesepakatan di mana Korea Utara, sebagai imbalan atas bantuan, berjanji untuk tidak menghidupkan kembali reaktor nuklirnya atau memproses ulang bahan bakar bekas pabrik tersebut.
Namun, Carter membuat marah Pemerintahan Presiden Demokrat Bill Clinton dengan mengumumkan kesepakatan dengan pemimpin Korea Utara tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan Washington.
Pada tahun 2010, Carter memenangkan pembebasan seorang warga Amerika yang dijatuhi hukuman delapan tahun kerja paksa karena memasuki Korea Utara secara ilegal.
BACA JUGA:
Pada tahun 2019, Carter mempertanyakan legitimasi Donald Trump dari Partai Republik sebagai presiden, dengan mengatakan "dia dilantik karena Rusia ikut campur atas namanya." Trump menanggapi dengan menyebut Carter "presiden yang buruk."
Dalam beberapa tahun terakhir, Carter mengalami beberapa masalah kesehatan termasuk melanoma yang menyebar ke hati dan otaknya. Carter memutuskan untuk menerima perawatan rumah sakit pada bulan Februari 2023 alih-alih menjalani intervensi medis tambahan.
Istrinya, Rosalynn Carter, meninggal pada 19 November 2023, pada usia 96 tahun.
Diketahui, Carter juga menulis lebih dari dua lusin buku, mulai dari memoar presiden hingga buku anak-anak dan puisi, serta karya-karya tentang keyakinan agama dan diplomasi. Bukunya "Faith: A Journey for All," diterbitkan pada tahun 2018.