Bagikan:

JAKARTA - Pada 15 Desember 1978, sebuah pengumuman dramatis disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Jimmy Carter. Carter menyatakan bahwa mulai 1 Januari 1979, AS akan secara resmi mengakui Republik Rakyat China (RRC) yang komunis dan memutuskan hubungan dengan Taiwan.

“AS mengakui Pemerintah Republik Rakyat China sebagai satu-satunya Pemerintah China yang sah,” kata Jimmy Carter, membacakan komunike bersama yang dirilis di Washington DC, AS dan Beijing, China.

Mengutip History menyusul keberhasilan revolusi Mao Zedong di China pada 1949, AS dengan tegas menolak mengakui rezim komunis di China. AS lebih mengakui pemerintahan China Nasionalis yang didirikan oleh Chiang Kai-shek di Taiwan. AS juga memasok kebutuhan senjata di Taiwan. Pada 1950, selama Perang Korea, angkatan bersenjata AS dan Taiwan bentrok. Selama 1960-an, AS marah dengan dukungan dan bantuan Taiwan ke Vietnam Utara selama Perang Vietnam.

Pengumuman Carter yang akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan membuat marah banyak orang di Kongres AS. Undang-Undang Hubungan Taiwan dengan cepat disahkan sebagai pembalasan. Hal ini membuat Taiwan memiliki status yang hampir sama dengan negara lain mana pun yang diakui oleh AS dan juga mengamanatkan bahwa penjualan senjata berlanjut ke pemerintah Nasionalis. Di kedutaan AS di Taiwan, perwakilan "tidak resmi", yang disebut Institut Amerika di Taiwan, akan terus melayani kepentingan AS di negara itu.

Dari sudut pandang Pemerintah AS, hubungan yang lebih dekat dengan China dapat menghasilkan manfaat ekonomi dan politik. Para pemimpin bisnis AS sangat ingin mengeksploitasi pasar China yang berpotensi besar. Presiden AS terdahulu seperti Richard Nixon dan Gerald Ford mengisyaratkan perubahan dengan mengunjungi China.

Saat kepemimpinan Carter, ia terus menunjukkan akan mewujudkan hubungan yang baik dengan China. Ia menggunakan hubungan diplomatik yang lebih dekat dengan China untuk menekan Rusia agar menjadi lebih lunak dalam berbagai masalah, termasuk pengendalian senjata. China juga menginginkan hubungan yang lebih baik dengan AS.

China juga menginginkan hubungan yang lebih baik dengan musuh lamanya. China mencari peningkatan besar dalam perdagangan dengan AS yang akan dihasilkan dari hubungan yang dinormalisasi dan khususnya menantikan teknologi yang mungkin diperoleh dari AS.

Wakil Perdana Menteri China Deng Xiaoping, mengatakan bahwa pengusaha AS dapat melanjutkan urusannya di Taiwan setelah normalisasi hubungan China-AS. Mengakui bahwa kondisi ekonomi Taiwan lebih baik daripada di China daratan, Teng Hsiao-ping mengatakan bahwa China tidak ingin menurunkan standar hidup Taiwan.

Presiden AS Ronald Reagan dan Perdana Menteri China Zhao Ziyang (Wikimedia Commons)

Di sisi lain, China juga mencari sekutu untuk melawan Taiwan. Pertikaian militer China dengan mantan sekutunya, Vietnam, saat itu sedang berlangsung dan Vietnam memiliki perjanjian saling mendukung dengan Uni Soviet.

Pada 1 Januari 1979, Deng Xiaoping dan Jimmy Carter mantan Presiden AS Jimmy Carter menandatangani perjanjian normalisasi hubungan AS dan China. Keduanya juga menyatakan meskipun kedua negara memiliki banyak perbedaan, mereka juga menemukan kesamaan.

Hubungan AS-China setelahnya

Hubungan AS dan China tetap terjalin setelah pemerintahan Jimmy Carter. Presiden selanjutnya yaitu Ronald Reagan tetap menjalin hubungan dengan China meskipun juga tidak melepas hubungan dengan Taiwan. Pemerintahan Reagan mengeluarkan “Enam Jaminan” ke Taiwan, termasuk janji bahwa mereka akan menghormati Undang-Undang Hubungan Taiwan, tidak akan menengahi Taiwan dan China, dan tidak memiliki waktu yang ditentukan untuk menghentikan penjualan senjata ke Taiwan.

Mengutip cfr.org, pada Agustus 1982, Pemerintahan Reagan menandatangani komunike bersama ketiga dengan China untuk menormalkan hubungan. Meskipun Ronald Reagan menyuarakan dukungan untuk hubungan yang lebih kuat dengan Taiwan, pemerintahannya bekerja untuk meningkatkan hubungan AS-China pada puncak kekhawatiran AS atas ekspansionisme Soviet.

Meski demikian, hubungan China dan AS juga tidak begitu harmonis. Pemerintah AS sempat menangguhkan penjualan militer ke China dan membekukan hubungan setelah peristiwan Tiananmen.

Pada 1999, NATO tidak sengaja mengebom kedutaan besar China di Beograd selama kampanyenya melawan pasukan Serbia yang menduduki Kosovo. AS dan NATO meminta maaf atas serangkaian kesalahan intelijen AS yang menyebabkan pengeboman mematikan di Kedubes China. Namun ribuan demonstran China telah melakukan protes bahkan merusak properti resmi AS.

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping (Wikimedia Commons)

Paling jelas dalam ingatan, hubungan yang memanas antara AS dan China saat pemerintahan Presiden Donald Trump. Perang dagang dan saling menyalahkan atas pandemi COVID-19 mewarnai berita di seluruh dunia. China semakin meradang ketika Trump menandatangani Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong.

Undang-undang tersebut memberi wewenang kepada AS untuk memberikan sanksi kepada individu yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong. Pejabat China mengutuk langkah itu, menjatuhkan sanksi pada beberapa organisasi yang berbasis di AS, dan menangguhkan kunjungan kapal perang AS ke Hong Kong.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya