JAKARTA - Pada 2 Maret 1965, Amerika Serikat (AS) meluncurkan Operasi Rolling Thunder. Operasi tersebut merupakan tanggapan atas serangan Front Pembebasan Nasional Vietnam Selatan atau NLF atau Viet Cong, di pangkalan udara AS di Pleiku. Pemerintahan Presiden Lyndon B. Johnson mengutip sejumlah alasan menggeser strategi AS memasukkan serangan udara sistematis di Vietnam Utara.
Beberapa di antaranya, pejabat pemerintah percaya pengeboman yang hebat dan berkelanjutan dapat mendorong para pemimpin Vietnam Utara menerima pemerintah non-Komunis di Vietnam Selatan. AS juga ingin mengurangi kemampuan Vietnam Utara memproduksi dan mengangkut pasokan yang membantu pemberontakan Viet Cong.
Tujuan akhirnya, Johnson dan para penasihatnya berharap dapat meningkatkan moral di Vietnam Selatan sambil menghancurkan keinginan Komunis untuk berperang. Mengutip History, Operasi Rolling Thunder secara bertahap berkembang baik dalam jangkauan maupun intensitas.
Awalnya, serangan udara dibatasi di bagian selatan Vietnam Utara. Namun, para pemimpin AS akhirnya memindahkan area target dengan mantap ke bagian utara untuk meningkatkan tekanan pada pemerintah Komunis.
Pada pertengahan 1966, pesawat AS menyerang sasaran militer dan industri di seluruh Vietnam Utara. Satu-satunya daerah yang dianggap terlarang untuk serangan bom adalah Kota Hanoi dan Haiphong serta zona penyangga di sepanjang perbatasan China.
Tak lama setelah operasi dimulai pada 1965, Johnson mengirim pasukan darat AS pertama ke Perang Vietnam. Meski misi awal mereka adalah memertahankan pangkalan udara di Vietnam Selatan yang digunakan dalam operasi pengeboman, peran pasukan segera diperluas untuk melibatkan Viet Cong dalam pertempuran aktif.
Ketika tentara Vietnam Utara semakin terlibat dalam konflik, Presiden Johnson terus meningkatkan jumlah pasukan Amerika di Vietnam. Awalnya, serangan udara dibatasi di bagian selatan Vietnam Utara. Namun para pemimpin AS akhirnya memindahkan area target dengan mantap ke utara untuk meningkatkan tekanan pada pemerintah Komunis.
Operasi Rolling Thunder yang gagal
Meski Vietnam Utara tidak memiliki banyak angkatan udara, para pemimpinnya berhasil membangun pertahanan yang efektif melawan serangan bom. Dengan bantuan dari China dan Uni Soviet, Vietnam Utara membangun sistem pertahanan udara yang canggih.
Menggunakan rudal dan artileri antipesawat yang dikendalikan radar, Vietnam Utara menembak jatuh ratusan pesawat Amerika selama operasi pengeboman. Akibatnya, pilot dan operator sistem senjata pesawat mayoritas menjadi tawanan dan ditahan oleh Vietnam Utara.
Para pemimpin Vietnam Utara juga mengambil sejumlah langkah untuk mengurangi dampak serangan bom AS. Mereka membangun terowongan dan tempat perlindungan yang tahan bom serta pada malam hari membangun kembali jalan, jembatan, sistem komunikasi, dan fasilitas yang terkena bom.
Selain itu, Komunis justru menggunakan serangan udara yang merusak menjadi propaganda untuk meningkatkan sentimen anti-Amerika dan patriotisme di antara warga Vietnam Utara. Pengeboman berkelanjutan di Vietnam Utara berlangsung selama lebih dari tiga tahun.
Presiden Johnson akhirnya menghentikan operasi pengeboman pada 31 Oktober 1968, untuk mengejar penyelesaian yang dinegosiasikan dengan Komunis. Para sejarawan berbeda dalam penilaian mereka tentang nilai strategis operasi Rolling Thunder.
Beberapa mengklaim operasi pengeboman hampir melumpuhkan Vietnam Utara untuk berperang. Namun, para kritikus berpendapat bahwa efektivitas operasi itu terbatas.
Terlepas dari kesulitan yang dihadapi oleh pemerintahan Johnson selama Operasi Rolling Thunder, Presiden Richard M. Nixon, penerus Johnson, melanjutkan pengeboman Vietnam Utara tidak lama setelah menjabat pada 1969. Pada 1972, Nixon melancarkan operasi pengeboman besar-besaran lainnya terhadap Vietnam Utara yang disebut Operasi Linebacker.