Hugo Boss Juga Tersandung Masalah Xinjiang, Ditinggal Tiga Selebritas China
Gerai Hugo Boss di Hong Kong. (Wikimedia Commons/Leirus Yat Shung)

Bagikan:

JAKARTA - Lagi, merek fesyen dunia tersandung masalah Xinjiang dan terancam diboikot di China. Kali ini, giliran Hugo Boss yang disebut ikut mengomentari masalah kerja paksa di Xinjiang.

Selain terancam diboikot oleh masyarat, diserang di media sosial, Hugo Boss juga ditinggal oleh tiga selebritas Tiongkok yang sebelumnya bekerja sama dengan mereka 

Di antara selebritas yang mengakhiri kontrak mereka dengan Hugo Boss adalah aktor-penyanyi Li Yifeng. Dalam pernyataan yang dikeluarkan agennya di situs mikrobloging Weibo, ia akan bekerja sama dengan merek yang secara khusus mendukung dan membeli kapas dari wilayah Xinjiang.

Warganet China menuduh Hugo Boss 'bermuka dua' terkait dengan Xinjiang. Sejumlah warganet bersumpah untuk memboikot Hugo Boss untuk selamanya. 

"Orang bermuka dua adalah yang paling menjijikkan. Saya akan memboikot Anda selamanya," kata seorang pengguna Weibo.

Hugo Boss, dalam unggahannya di akun Weibo pada Hari Kamis, mengatakan akan terus membeli dan mendukung kapas Xinjiang. Namun, pada Hari Jumat disebut pengumuman tersebut bukan unggahan resmi dan kemudian menghapus unggahan tersebut.

Dalam email ke Reuters pada Hari Jumat, juru bicara perusahaan Carolin Westermann mengatakan, pernyataan Bahasa Inggris tak bertanggal di situsnya yang menyatakan bahwa 'sejauh ini, Hugo Boss belum membeli barang yang berasal dari wilayah Xinjiang dari pemasok langsung" adalah posisi resminya.

Pada Hari Sabtu, akun Weibo Hugo Boss mengeluarkan pernyataan, mereka menghargai semua hubungan jangka panjang dengan mitra China. Hugo Boss China tidak segera membalas permintaan komentar Reuters.

Sebelum Hugo Boss, sejumlah merek lainnya juga mengalami hal serupa di China. Sebut saja mereka mewah asal Inggris Burberry dan peritel fesyen asal Swedia H&M.

New Balance, Under Armour, Tommy Hilfiger dan Converse, yang dimiliki oleh Nike, adalah di antara perusahaan yang mendapat kecaman di China, karena pernyataan bahwa mereka tidak akan menggunakan kapas yang diproduksi di wilayah China karena dugaan kerja paksa.

Amerika Serikat pada Hari Jumat mengutuk apa yang disebutnya kampanye media sosial 'yang dipimpin negara' di China terhadap mereka dan perusahaan internasional lainnya, lantaran memutuskan untuk tidak menggunakan kapas dari wilayah Xinjiang China terkait masalah kerja paksa. Kementerian luar negeri China tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

Diketahui, aktivis dan pakar hak asasi PBB menuduh China menggunakan penahanan massal, penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi terhadap Muslim Uighur di Xinjiang. China menyangkal klaim ini dan mengatakan tindakannya di kawasan itu diperlukan untuk melawan ekstremisme.

Sementara, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya telah menjatuhkan sanksi kepada pejabat China atas pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, yang menurut Amerika Serikat dianggap sebagai genosida.