Buka <i>Showroom</i> di Xinjiang China, Tesla Tuai Kritik Pedas
Ilustrasi. (Wikimedia Commons/Mario Roberto DurĂ¡n Ortiz)

Bagikan:

JAKARTA - Raksasa mobil listrik Amerika Serikat Tesla, menuai kritik keras dari kelompok-kelompok hak dan perdagangan AS, setelah mengumumkan pembukaan showroom di Xinjiang, China.

Xinjiang telah menjadi titik konflik yang signifikan antara Pemerintah Barat dan China dalam beberapa tahun terakhir, karena para ahli dan kelompok hak asasi PBB memperkirakan lebih dari satu juta orang, terutama Muslim Uighur dan anggota minoritas Muslim lainnya, telah ditahan di kamp-kamp di sana.

China telah menolak tuduhan kerja paksa atau pelanggaran lainnya di sana, dengan mengatakan kamp tersebut menyediakan pelatihan kejuruan, menekankan perusahaan harus menghormati kebijakannya di sana.

Tesla mengumumkan pembukaan showroom di ibukota regional Xinjiang, Urumqi, di akun Weibo resminya Jumat lalu. "Pada hari terakhir tahun 2021 kami bertemu di Xinjiang," tulisnya dalam unggahan tersebut, mengutip Reuters 4 Januari.

Pada Hari Selasa, Dewan Hubungan Amerika-Islam, organisasi advokasi Muslim terbesar di Negeri Paman Sam, mengkritik langkah tersebut dengan mengatakan Tesla 'mendukung genosida'.

Diketahui, Amerika Serikat telah melabeli perlakuan China terhadap etnis Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang sebagai genosida. Tak hanya itu, Amerika Serikat dan beberapa negara lain merencanakan boikot diplomatik terhadap Olimpiade Musim Dingin Beijing pada Bulan Februari atas masalah ini.

"Elon Musk harus menutup showroom Tesla di Xinjiang," kata Council on American-Islamic Relations di akun Twitter resminya, merujuk pada pendiri Tesla.

Kritik serupa datang dari kelompok perdagangan AS, Aliansi untuk Manufaktur Amerika dan senator AS Marco Rubio.

Tesla tidak segera menanggapi permintaan komentar. Pembuat mobil mengoperasikan pabrik di Shanghai dan meningkatkan produksi di sana di tengah melonjaknya penjualan di China.

Sejumlah perusahaan asing dalam beberapa bulan terakhir telah tersandung oleh ketegangan antara Barat dan China atas Xinjiang, karena mereka mencoba untuk menyeimbangkan tekanan Barat dengan pentingnya China sebagai pasar dan basis pasokan.

Pada Bulan Juli, peritel mode Swedia H&M melaporkan penurunan 23 persen penjualannya dalam mata uang lokal di China untuk kuartal Maret-Mei, setelah terkena boikot konsumen pada bulan Maret karena menyatakan secara terbuka mereka tidak membeli produk dari Xinjiang.

Bulan lalu, pembuat chip AS Intel menghadapi panggilan serupa setelah memberi tahu pemasoknya untuk tidak mengambil produk atau tenaga kerja dari Xinjiang, mendorongnya untuk meminta maaf atas "masalah yang ditimbulkan kepada pelanggan, mitra, dan publik China kami yang terhormat".

Untuk diketahui, meskipun beberapa telah berusaha untuk mengurangi paparan rantai pasokan mereka ke wilayah tersebut, terutama karena Washington melarang impor seperti kapas Xinjiang. Atau memasukkan daftar hitam perusahaan China yang dikatakan telah membantu kebijakan Beijing di sana, banyak merek asing mengoperasikan toko di sana.