Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih memiliki perspektif untuk memberikan efek jera terhdap koruptor ketimbang Kejaksaan Agung. Penyebabnya, tuntutan yang diajukan KPK lebih tinggi dibandingkan yang diajukan oleh Korps Adhyaksa.

“KPK lebih unggul dibanding dengan kejaksaan dalam menjatuhkan tuntutan pidana penjara terhadap terdakwa. Ini menjelaskan KPK lebih memiliki perspektif penjeraan terhadap terdakwa ketimbang kejaksaan,” kata Kurnia dalam konferensi pers secara daring bertajuk ‘Laporan Hasil Pemantauan Persidangan Perkara Korupsi Tahun 2020: Koruptor Merajalela, Hukuman Tak Kunjung Beri Efek Jera’ yang ditayangkan di Facebook Sahabat ICW, Senin, 22 Maret.

Berdasarkan pemantauan ICW pada tahun 2020, rata-rata tuntutan yang diajukan KPK mencapai 58 bulan atau kurang dari lima tahun. Sementara Kejaksaan Agung, hanya menuntut terdakwa kasus korupsi selama 48 bulan atau 4 tahun.

Hanya saja, meski pencapaian KPK lebih tinggi daripada Kejaksaan Agung, ternyata angka ini menurun dibanding tahun sebelumnya.

“Ada tren penurunan jika dibandingkan dengan 2019 lalu. Pada tahun tersebut, rata-rata tuntutan KPK mencapai 5 tahun 2 bulan penjara,” ungkap Kurnia.

Dengna keadaan ini, lima pimpinan KPK diminta untuk memberikan perhatian. “Juga memperhatikan performa penuntut umum di persidangan,” tegasnya.

Pemantauan terhadap tuntutan ini juga melihat rata-rata berdasarkan latar belakang pekerjaan terdakwa. “Misalnya saja, terdakwa yang masuk pada kategori pekerjaan sebagai aparatur sipil negara ternyata tuntutannya hanya 3 tahun 6 bulan penjara,” katanya.

“Padahal berdasarkan Pasal 52 KUHP dijelaskan jika seorang mengemban jabatan, hukumannya mesti diperberat,” ujar Kurnia.

Pegiat antikorupsi ini juga menyinggung masih banyaknya tuntutan ringan terhadap pelaku tindak pidana korupsi baik yang dilakukan oleh KPK maupun kejaksaan. Kurnia mengatakan, pada 2020, ada 736 terdakwa yang diganjar dengan hukuman ringan.

“Lalu 512 kategori sedang, dan hanya 36 orang diberikan vonis berat,” katanya.

Kurnia menyebut, KPK masih mendominasi penuntutan kategori sedang. Sementara Kejaksaan Agung, lebih dari 50 persen masuk pada tuntutan ringan.

“Ini tentu fakta yang miris dan menunjukkan kinerja jaksa penuntut umum masih jauh dari harapan publik,” pungkasnya.