Minimnya Penerapan Pasal Pencucian Uang Terhadap Pelaku Korupsi
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung dianggap minim menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap pelaku korupsi. Bahkan, berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), KPK hanya menjerat dua pelaku korupsi dengan pasal ini.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemantauan Persidangan Perkara Korupsi Tahun 2020: Koruptor Merajalela, Hukuman Tak Kunjung Beri Efek Jera, ICW mencatat, dari ribuan terdakwa kasus korupsi hanya 20 orang yang dijerat dengan pasal pencucian uang.

“Sepanjang 2020 dengan total 1.298 terdakwa, baik KPK maupun kejaksaan baru menggunakan UU TPPU terhadap 20 orang,” kata Kurnia dalam konferensi pers secara daring di akun Facebook Sahabat ICW, Senin, 22 Maret.

Dia memaparkan, KPK hanya menjerat dua terdakwa kasus korupsi dengan pasal ini. Mereka adalah mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan eks Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

Sementara Korps Adhyaksa, sambungnya, menjerat 18 terdakwa menggunakan pasal pencucian uang. Beberapa di antaranya adalah tersangka dalam kasus korupsi Jiwasraya, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat.

Minimnya penerapan pasal pencucian uang ini kemudian disayangkan oleh ICW. “Padahal, regulasi ini dipandang sebagai pintu masuk untuk memiskinkan koruptor,” tegas Kurnia.

Lebih lanjut, dirinya menyebut, penerapan TPPU ini harusnya bisa dilakukan terhadap para koruptor. Mengingat, para pelaku tindak pidana rasuah kerap menyembunyikan aset hasil kejahatan mereka.

“Maka dari itu, tatkala hal tersebut dilakukan maka dengan sendirinya unsur-unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU TPPU dapat terpenuhi,” ujarnya.

Hanya saja, hal ini masih belum dilakukan karena penegak hukum di Indonesia. Alasannya, hingga saat ini mereka lebih memilih penerapan teori pemidanaan retributif dibanding konsep restoratif.

Perihal jarangnya KPK menerapkan pasal pencucian uang, Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri sudah menjelaskan alasannya beberapa waktu lalu. Kata dia, pasal ini baru akan diterapkan jika ditemukan bukti permulaan yang cukup. 

"Pada prinsipnya TPPU akan diterapkan apabila memang ada bukti permulaan yang cukup dugaan terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi kepada aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan, surat berharga, dan lainnya,” jelas Ali.

Mengingat lagi penetapan TPPU Emirsyah Satar dan Soetikno Soedirjo

Mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo divonis hukum 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada 2020 lalu.

Soetikno merupakan terdakwa penyuap eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dalam kasus dugaan suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia serta terdakwa kasus tindak pidana pencucian uang.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yakni 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 miliar subsider 8 bulan. Hakim juga tidak mengabulkan tuntutan jaksa untuk mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti senilai 14.619.937,58 dollar AS dan 11.553.190,65 Euro kepada Soetikno.

Sementara eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar, divonis hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider tiga bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta pada tahun yang sama.

Emirsyah merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia serta tindak pidana pencucian uang.

"Menyatakan terdakwa Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang," kata hakim dalam persidangan tersebut.

Selain dijatuhi pidana pokok, Emirsyah juga dijatuhi pidana tambahan, yakni membayar uang pengganti senilai 2.117.315,27 dollar Singapura subsider 2 tahun kurungan penjara.

Kedua pelaku korupsi ini kemudian mengajukan kasasi ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hanya saja, putusan pengadilan tingkat kedua ini justru menguatkan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap eks Dirut Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo.

Adapun putusan pengadilan terhadap keduanya sudah berstatus hukum tetap. Saat ini, Emirsyah tengah menjalankan masa hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.