Dikritik ICW soal Tuntutan Koruptor Ringan, KPK Tegaskan ada Denda dan Perampasan Aset
KPK/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjawab kritikan  Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang tuntutan yang masih dianggap ringan dan tak memberikan efek jera. 

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan, saat ini pihaknya memang tidak hanya fokus menghukum koruptor dengan tuntutan yang tinggi saja. Akan tetapi KPK juga menuntut para pelaku korupsi dengan berbagai hukuman tambahan mulai dari denda hingga merampas aset milik mereka.

"KPK juga berupaya melakukan tuntutan terhadap penjatuhan hukuman denda, uang pengganti maupun perampasan aset hasil korupsi atau asset recovery yang dinikmati para koruptor,” kata Ali melalui keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa, 23 Maret.

Lagipula, perbedaan tuntutan antara satu pelaku korupsi dan lainnya wajar terjadi. Ali mengatakan, hal ini bisa terjadi karena tiap perkara punya karakteristik yang berbeda.

“Selain itu, alasan meringankan dan memberatkan atas perbuatan terdakwa tentu juga ada perbedaan antara perkara tipikor yang satu dengan yang lainnya,” jelasnya.

Sedangkan untuk mengurangi disparitas antar perakara korupsi, KPK sebenarnya sudah menyusun pedoman tuntutan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ali menyebut, pedoman tersebut sekarang sedang dalam tahap finalisasi.

Selain itu, KPK juga saat ini tengah berupaya untuk menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan pasal kerugian negara, gratifikasi, maupun pencucian uang.

“Karena ukuran keberhasilan KPK, khususnya bidang penindakan sesungguhnya bukan diukur melalui banyaknya tangkap tangan yang dilakukan dan berujung pada penerapan pasal penyuapan,” ujar Ali.

Diberitakan sebelumnya, pemantauan ICW pada 2020 ini, rata-rata tuntutan yang diajukan KPK mencapai 58 bulan atau kurang dari lima tahun. Sementara Kejaksaan Agung, hanya menuntut terdakwa kasus korupsi selama 48 bulan atau 4 tahun.

Hanya saja, meski pencapaian KPK lebih tinggi daripada Kejaksaan Agung, ternyata angka ini menurun dibanding tahun sebelumnya.

“Ada tren penurunan jika dibandingkan dengan 2019 lalu. Pada tahun tersebut, rata-rata tuntutan KPK mencapai 5 tahun 2 bulan penjara,” ungkap peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pemaparannya secara daring.

Dengan kondisi  ini, lima pimpinan KPK diminta untuk memberikan perhatian. “Juga memperhatikan performa penuntut umum di persidangan,” tegasnya.

Pemantauan terhadap tuntutan ini juga melihat rata-rata berdasarkan latar belakang pekerjaan terdakwa. “Misalnya saja, terdakwa yang masuk pada kategori pekerjaan sebagai aparatur sipil negara ternyata tuntutannya hanya 3 tahun 6 bulan penjara,” katanya.

“Padahal berdasarkan Pasal 52 KUHP dijelaskan jika seorang mengemban jabatan, hukumannya mesti diperberat,” imbuh Kurnia.

Pegiat antikorupsi ini juga menyinggung masih maraknya tuntutan ringan terhadap pelaku tindak pidana korupsi baik yang dilakukan oleh KPK maupun kejaksaan. Kurnia mengatakan, pada 2020, ada 736 terdakwa yang diganjar dengan hukuman ringan.

“Lalu 512 kategori sedang, dan hanya 36 orang diberikan vonis berat,” jelas Kurnia.