Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Coruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan menindak tegas pelaku korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19. Penilaian ini muncul setelah mantan Menteri Sosial Juliari Batubara hanya dituntut 11 tahun penjara.

Selain itu, eks politikus PDI Perjuangan ini dikenakan denda Rp500 juta subsider 6 bulan dengan pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp14,5 miliar.

"Ringannya tuntutan tersebut makin menggambarkan keengganan KPK menindak tegas pelaku kasus korupsi bansos," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis, 29 Juli.

Dia juga menyatakan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK juga terkesan ganjil dan mencurigakan. Alasannya, pasal yang jadi dasar penuntutan yaitu Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebenarnya mengakomodir penjatuhan hukuman penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar.

Begitu juga dengan penjatuhan pidana tambahan berupa uang pengganti. Kata Kurnia, hal ini tidak memuaskan mengingat besarannya kurang dari 50 persen dari total uang suap yang diterima Juliari.

Ujungnya, ICW menilai tuntutan rendah ini tak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi dan pernyataan pimpinan KPK. "Tuntutan yang rendah ini kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Padahal, pimpinan KPK telah sesumbar menyatakan akan menghukum berat koruptor bansos COVID-19," tegas Kurnia.

Lebih lanjut, ICW menekankan penegak hukum merupakan representasi negara dan korban yang bertugas meminta pertanggungjawaban atas kejahatan pelaku. Namun, hal ini justru tidak dijalankan komisi antirasuah.

"Alih-alih dijalankan, KPK justru lebih terlihat seperti perwakilan pelaku yang sedang berupaya semaksimal mungkin agar terdakwa dijatuhi hukuman rendah," ujar Kurnia.

Sehingga, dia meminta hakim mengambil langkah menjatuhkan hukuman maksimal yaitu pidana penjara seumur hidup jika melihat rendahnya tuntutan JPU KPK terhadap Juliari. Apalagi, hukuman maksimal ini sudah seharusnya dilakukan mengingat banyak masyarakat yang jadi korban karena haknya dilanggar akibat praktik rasuah yang dilakukan Juliari dan pelaku lainnya.

"Ke depannya, vonis maksimal tersebut diharapkan berdaya cegah terhadap potensi terjadinya kasus serupa, terutama di tengah kondisi pandemi," ungkapnya.

Diketahui, Ketua KPK Firli Bahuri pernah sesumbar mengatakan Juliari Batubara bisa diancam hukuman mati. Ancaman ini dapat diberikan sesuai dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 yang menyebutkan bahwa tindakan korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu maka pidana mati dapat dijatuhkan.

Hanya saja, Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan pasal yang digunakan oleh jaksa penuntut sudah sesuai dengan fakta yang didapat komisi antirasuah.

"Perlu kami tegaskan kembali dalam perkara ini terdakwa dituntut terkait pasal suap bukan Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor. Penerapan pasal tentu karena berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penyidikan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Kamis, 29 Juli.

Selain itu, sambung Ali Fikri, tuntutan ini juga didasari alasan memberatkan dan meringankan di persidangan. Sehingga tak ada opini, keinginan, atau desakan dari pihak manapun yang bisa mempengaruhi tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.