Jelaskan Alasan Juliari Tak Dituntut Hukuman Mati, KPK: Dituntut Pasal Suap Sesuai Fakta Penyidikan
Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (Foto: ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mantan Menteri Sosial Juliari Batubara tak dituntut hukuman seumur hidup atau hukuman mati karena pasal yang digunakan adalah pasal suap bukan Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor.

"Perlu kami tegaskan kembali dalam perkara ini terdakwa dituntut terkait pasal suap bukan Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor. Penerapan pasal tentu karena berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penyidikan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Kamis, 29 Juli.

Tuntutan yang diajukan kepada Juliari sudah sesuai dengan fakta hasil persidangan. Selain itu, sambung Ali Fikri, tuntutan ini juga didasari alasan memberatkan dan meringankan.

Sehingga tak ada opini, keinginan, atau desakan dari pihak manapun yang bisa mempengaruhi tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

Lebih lanjut, Ali mengatakan dalam persidangan pada Rabu, 28 Juli kemarin jaksa penuntut telah berupaya memperberat hukuman Juliari dengan menuntut uang pengganti yang dapat diganti pidana penjara bila tak dibayarkan.

Padahal, tambahan hukuman itu biasanya dikenakan pada terdakwa korupsi yang menimbulkan kerugian negara. Namun, Ali mengatakan JPU KPK tentu punya dasar hukum yang kuat dalam menuntut uang pengganti.

"Perlu juga kami sampaikan sekalipun dalam beberapa perkara tipikor, uang pengganti dibebankan kepada terdakwa dalam perkara yang berhubungan dengan penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor yaitu yang berhubungan dengan kerugian negara," ujarnya.

"Kami berharap majelis hakim akan mengabulkan seluruh tuntutan JPU," imbuh Ali.

Diberitakan sebelumnya, JPU KPK menuntut Juliari Peter Batubara 11 tahun penjara dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19. Selain itu, Dia juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 2 tahun penjara.

Selain itu, Juliari juga diharuskan membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14,5 miliar sebagai hukuman tambahan. Bahkan, jika tak bisa membayar, harta kekayaannya akan dilelang untuk membayarkan uang pengganti tersebut.

Bila hasil lelang harta kekayaannya tak mencukupi, maka dia bisa dijatuhi hukuman tambahan selama dua tahun. Berikutnya, mantan politikus PDI Perjuangan ini juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok.