JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menaikkan batas penghasilan (gaji) tertinggi pemilik rumah DP Rp0, yang sebelumnya Rp7 juta menjadi Rp14,8 juta.
Keputusan ini sudah disahkan pada 10 Juni 2020, lewat Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 558 Tahun 2020 tentang Batas Penghasilan Tertinggi Penerima Manfaat Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
Bila mengaitkan dengan progres data kepemilikan rumah DP RP0, ternyata tidak banyak warga yang mendapat fasilitas pembiayaan rumah ini. Per tanggal 5 maret, rumah DP Rp0 di Pondok Kelapa baru terjual 599 unit dari 780 unit rumah yang disediakan. Padahal, telah ada 37.405 pendaftar yang berminat tinggal di sana.
Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak lolos verifikasi dari perbankan. Salah satu faktornya karena mereka memiliki cicilan lain dan dimungkinkan tidak menyanggupi pembayaran kredit tiap bulan.
Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak menduga alasan kenaikan syarat penghasilan warga dengan maksimal Rp14,8 juta memiliki maksud lain. Kata dia, hal ini untuk menaikkan jumlah unit rumah yang bisa terjual.
"Ini strategi biar rumahnya kelihatan laku. Padahal, ini strategi yang salah. Masyarakat yang berpenghasilan Rp14,8 itu masuk kategori menengah," kata Gilbert saat dihubungi, Kamis, 18 Maret.
Menurut Gilbert, dengan warga yang berpenghasilan sampai Rp14,8 juta, membuat pihak perbankan yang bekerja sama dengan Pemprov DKI dalam memfasilitasi kredit rumah DP Rp0 ini lebih mudah meloloskan penjualan unitnya.
"Kalau kita lihat, kenaikan Rp14,8 juta itu karena mereka ingin bank biayain cicilan warga yang membeli. Selama ini bank tidak mau biayain karena kalau penghasilan cuma Rp7 juta, bank juga ragu, takutnya kreditnya macet," pungkasnya.
BACA JUGA:
Pertanyaannya, apakah warga dengan penghasilan sampai Rp14,8 juta masuk dalam kategori berpenghasilan rendah atau warga miskin?
Analis kebijakan perkotaan dari FAKTA, Azas Tigor Nainggolan merasa kesempatan memiliki rumah DP Rp0 dengan kebijakan baru ini malah menyasar warga dengan kalangan menengah hingga atas.
"Warga miskin mana yang penghasilan minimalnya Rp 14 juta? Penetapan dan cara berpikir Anies Baswedan ini aneh," cecar Tigor.
Akhirnya rusunawa jadi solusi?
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI, Sarjoko mengaku banyak warga berpenghasilan rendah atau miskin yang tak lolos seleksi penerima rumah DP Rp0.
Oleh sebab itu, anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini menyarankan, warga yang tidak lolos menerima rumah DP Rp0 lebih baik memilih rumah susun sederhana sewa (rusunawa).
"Kelompok yang sementara masih belum sesuai dengan ketentuan perbankan, kami utamakan untuk mendapatkan rusunawa sambil menata kondisi keuangan mereka," kata Sarjoko.
Sarjoko bilang, saat ini pihaknya tengah menyiapkan mekanisme agar kelompok dengan penghasilan rendah dapat sesuai dengan ketentuan perbankan dan sistem cicilan yang adapun dapat tetap ringan serta terjangkau. Namun, sementara mereka diminta tinggal di rusunawa.
“Harapannya, dengan akses terhadap Rusunawa yang murah, fasilitasnya lengkap, serta sarana transportasi murah, bisa lebih mudah menata keuangan untuk membeli hunian milik,” ungkapnya.
Sebenarnya, program rusunawa sudah ada sejak lama. Program penempatan rumah dengan biaya sewa yang murah ini menjadi andalan mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Saat masih menjabat, Ahok kerap mereolkasi warga yang penghasilannya sangat minim sekitar Rp 3 juta/bulan. Mereka disediakan rumah susun dengan spesifikasi unit seluas 36 meter persegi.
Masyarakat yang menghuni rusun hanya akan dibebankan biaya sebesar Rp5 ribu hingga Rp15 ribu per hari. Biaya itu dibayarkan untuk biaya pemeliharaan dan kebersihan. Kemudian, penghuni rusunawa akan diberikan fasilitas penunjang, mulai dari akses bus Transjakarta hingga layanan kesehatan.