Bagikan:

TANGERANG - Kasus pungutan liar (pungli) 5 persen biaya pembebasan rumah warga yang diduga dilakukan oknum Kades Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang masih bergulir. Bahkan kabar terkini, warga mendapat intervensi oleh oknum kades untuk menarik pernyataan adanya pungutan 5 persen.

Japra, salah satu warga yang dimintai keterangan oleh kepolisian mengatakan, pemanggilan dari pihak Sekdes Kohod terjadi pada Sabtu malam, 22 Juni, setelah dirinya dipanggil kepolisian untuk klarifikasi.

“Malam minggu, setelah saya dapat panggil dari kepolisian. Saya diminta datang ke Sekdes (Kohod). Saya dikasih arahan untuk tidak mengakui adanya pungli 5 persen,” kata Japra saat ditemui di lokasi, Selasa, 25 Juni.

Saat dipanggil Sekdes, lanjut Japra, terdapat Jaro atau kepala dusun yang turut hadir malam itu.

“(Bahasanya) Sudah hilangin saja, seolah-olah sudah dihapus. Dia bilang sudah tandatanganin saja, biar semua berialan lancar. Saat itu ada aparat RT, kuli, jaro, Sekdes (bernama Ujang Karta),” katanya.

Kendati demikian, saat diperiksa kepolisian hari ini, Selasa, 25 Juni, siang, ia menceritakan peristiwa pemaksaan pihak aparat desa untuk meminta jatah 5 persen soal biaya pembebasan lahan.

“Saya tetap cerita yang saya alami. Soalnya pemaksaan itu tidak ada musyawarah. Bahkan saya sempat bilang ‘Ini apa? Kenapa engga ada musyawarah terlebih dahulu kepada masyarakat. Tapi kalau memang sudah pada tanda tangan, saya terpaksa tanda tangan. Sambil saya foto surat itu. Saya bilang seperti itu,” tutupnya.

Berita sebelumnya, Kades Kohod berinisial A diduga meminta jatah 5 persen dari biaya penggantian lahan atau relokasi perusahaan yang diterima warga. Permintaan itu melalui surat edaran yang harus ditandatangani warganya dengan cara memaksa.