Bagikan:

TANGERANG - Kepala Desa (Kades) Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang inisial AN angkat bicara soal tudingan warga yang menuding melakukan pungutan sebesar 5 persen dari biaya ganti rugi relokasi lahan di wilayahnya.

Ia menyebut jika informasi itu tidak benar. Menurutnya warga yang menuduhnya merupakan orang-orang lawan politik yang ingin menjatuhkan dirinya.

“Aduh hoaks lagi. Tidak ada yang bener semua. Orang yang engga demen (tidak suka) saya, orang lawan politik.” kata AN saat dikonfirmasi, Jumat, 21 Juni.

AN mengaku tidak pernah merasa menyuruh anak buahnya memberikan surat edaran tersebut. Ia mengancam akan melaporkan ratusan warganya yang menyebut dirinya meminta uang biaya ganti relokasi.

“Omongan engga benar semua itu, saya ada buktinya, dari awal sampai akhir saya engga pernah begitu. Itu orang lawan politik saya, kalau bisa dirapihin, rapihin. Kalau engga saya laporin balik,” ungkapnya.

AN juga mengaku, akibat tuduhan yang diarahkan kepadanya membuat dirinya dipanggil polisi. Namun, saat itu, AN lebih memilih diam, karena tidak ingin menjadi kegaduhan di wilayahnya.

“Pemanggilan (polisi) 1x24 jam. Cuma saya engga mau cerita saja. Namanya kepala desa mah. Jangan lagi salah, bener aja digituin. Tapi kalau keterlaluan kesel juga,” ungkapnya.

Sebelumnya, Oknum Kepala Desa (Kades) Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang inisial AN diduga meminta pungutan liar (pungli) secara memaksa kepada warganya atas biaya pergantian lahan, relokasi atau penjualan lahan ke perusahaan. Bahkan, AN juga memaksa memungut biaya 5 persen dari nominal penjualan lahan. Pemaksaan itu dituangkan dalam sebuah surat yang harus ditandatangani oleh warga secara paksa.

Berikut kutipan dari surat tersebut:

“Adalah benar bahwa rumah yang saya bangun, tidak saya huni (hanya investasi) maka ketika mendapatkan ganti untung dari perusahaan yang berkepentingan, maka saya sangat bersedia dan harus mengeluarkan uang sebesar 5 persen dari keseluruhan yang saya terima dari pergantian rumah tersebut, untuk kebersamaan dan operasional panitia yang saya serahkan kepada panitia relokasi pada saat pembayaran dilakukan oleh perusahaan dimaksud,"

Salah satu warga berama Rafsan (nama samaran) mengaku mendapatkan intimidasi dari aparat desa, apabila menolak isi surat tersebut. Dia mengancam akan mempersulit menerima pembataran biaya ganti rugi lahan dari perusahaan.

"Kebanyakan di sini, warga rata-rata dimintai tanda tangan untuk memberikan 5 persen setelah nanti pembayaran. Bahkan itu dimuka, artinya gini, begitu dapat DP, itu harus di bayarkan. Misalnya Rp500 juta, jadi (warga) langsung kasih 5 persennya (ke Kades),” kata Rafsan saat ditemui di kawasan Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Jumat, 21 Juni.

“Dari total pembayaran yang akan dibayarkan oleh PT. Dan itu, tidak boleh tidak, bahkan ada ancaman apabaila tidak dibayarkan, maka pembayaran selanjutnya tidak akan dibayarkan,” sambungnya.

Masih dijelaskan Rafsan, nanti dalam pembayaran 5 persen itu, pihak aparat desa yang diduga suruhan Kades Kahod, akan mendatangi setiap rumah.

“Saya pernah tanya sama Sekdes (Sekretaris Desa), itu akan dimintain ‘dor to door’ aparat desa. Terus duitnya misalkan terima Rp500 juta, nah itu 5 persen. Dan itu dibayarkan setelah terima uang muka (DP) pertama,” ujarnya.