Pembelian Lahan Rumah DP Rp. 0 Dikorupsi, DPRD DKI Akui Tak Bisa Pelototi Kerja BUMD
Anggota DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono (Diah Ayu W/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono mengaku pihaknya sebagai anggota legislatif tidak bisa mengawasi sepenuhnya kerja BUMD DKI. 

Hal ini terkait dugaan korupsi Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya (BUMD) Yoory C. Pinontoan dalam pembelian tanah untuk rumah DP Rp. 0 di Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur.

"Ya, kalau sudah BUMD, tangan kita terbatas. Kalau kita bicara BUMD, ketika dia beli aset itu aset yang terpisahkan. Sehingga, tangan dewan relatif terbatas," kata Gembong saat dihubungi, Senin, 8 Maret.

Menurut Gembong, pembelian aset dalam program kerja BUMD beda dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) seperti dinas-dinas. Proses kerja SKPD, kata Gembong, mudah diawasi oleh anggota dewan.

"BUMD beda dengan SKPD. Maka, pola-pola penugasan yang diberikan kepada SKPD selalu kita kritisi. Itu yang selalu saya katakan, ada indikasi penyelundupan kebijakan," ujar Gembong.

Lebih lanjut, Gembong menilai program kepemilikan rumah bagi warga yang menjadi andalan Gubernur DKI Anies Baswedan memang bermasalah.

"Dari awal memang DP nol bermasalah. Tapi kan sekarang (kasus Yoory) dalam proses hukum. Ya, kami serahkan dalam proses hukumnya," tutur dia.

Menurut Gembong, selama lebih dari tiga tahun kepemimpinan Anies, program ini tak berjalan baik. Realisasi perumahan baru terbangun di satu lokasi di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

Kemudian, per tanggal 9 November 2020, Pemprov DKI baru menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) program rumah DP Rp. 0 kepada 514 warga yang terdaftar.

Padahal, target jumlah Rumah DP Rp. 0 yang harus dibangun selama kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebanyak 232.214 unit. Sebenarnya, peminat rumah DP Rp. 0 cukup tinggi, Sayangnya, banyak pendaftar yang tidak lolos verifikasi.

"Sejak awal selalu kami katakan bahwa program DP nol rupiah itu sulit untuk direalisasikan di lapangan. Kenapa sulit? Karena menyangkut aturan. DP nol ini bukan kebijakan tunggal. Bukan kebijakan gubernur saja tapi ada yang lain. Perbankan misalnya," ungkap Gembong.

"Sekarang, persoalan itu nyerempet ke persoalan hukum atas pembelian lahannya. Ya, kami patuh dan taat proses hukum saja," lanjutnya.