JAKARTA - Mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan menilai pemberian janji berupa kartu-kartu wirausaha, tani dan guru mengaji termasuk ke dalam bentuk pelanggaran terstruktur sistematis dan masif (TSM).
"Janji-janji seperti ini, dia termasuk ke dalam apa yang dikatakan pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif yang diatur dalam Pasal 73 (UU 10/2016)," ujar Maruarar Siahaan dalam sidang lanjutan sengketa hasil pilkada Kabupaten Bandung di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta dikutip Antara, Rabu, 24 Februari.
Maruarar Siahaan dihadirkan sebagai ahli pasangan calon bupati dan wakil bupati Bandung nomor urut 1 Kurnia Agustina dan Usman Sayogi. Sedangkan pemenang Pilkada Kabupaten Bandung yakni Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan yang dulu jadi aktor Jin dan Jun.
Maruarar Siahaan berpendapat beredarnya kartu-kartu tersebut mempengaruhi pemilih secara masif. Kemudian penyelenggara pemilu yang tidak menindaklanjuti pelanggaran tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran.
Ketiadaan tindak lanjut pelanggaran oleh penyelenggara, menurut Maruarar Siahaan, menyebabkan Mahkamah Konstitusi dapat mengambil langkah diskualifikasi, pemungutan suara ulang atau langkah lain.
"Mahkamah Konstitusi sebagai benteng daripada konstitusi, hak-hak konstitusi, dan juga pemilihan yang demokratis, saya kira ini menjadi suatu tugas bersama bagaimana putusan MK juga harus menjadi suatu bagian pendidikan untuk bisa pemilihan ke depan itu suatu pemilihan dalam kerangka konsolidasi demokrasi secara lebih konsisten dan permanen," tutur dia.
BACA JUGA:
Ada pun pemohon mendalilkan rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU Kabupaten Bandung cacat hukum karena terjadi pembiaran politik uang yang merupakan pelanggaran administratif TSM yang belum diselesaikan oleh Bawaslu.
Menurut pemohon, paslon nomor urut 3 Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan saat kampanye menyampaikan janji politik dan mencantumkan janji-janji imbalan uang tunai kepada masyarakat dan pemilih di Kabupaten Bandung. Visi dan misi tersebut disampaikan paslon nomor urut 3 dan disebarkan dalam bentuk baliho dan alat peraga kampanye lainnya.
Selain itu, paslon nomor urut 3 didalilkan menggunakan alat keagamaan dan kelompok ibu-ibu pengajian untuk melakukan politik uang terselubung dengan janji insentif minimal Rp100 juta per tahun dalam bentuk kartu guru ngaji.