Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewacanakan dilakukannya revisi UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Revisi diusulkan karena UU ITE dianggap memiliki banyak pasal karet.

Jajarannya, seperti Menko Polhukam Mahfud MD, Menkominfo Jhonny G. Plate, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga bakal menindaklanjuti keinginan Jokowi. Namun, janji Jokowi diragukan akan terwujud. 

"Saya sih ragu bahwa pemerintah ini serius untuk merevisi UU ITE," kata analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto dalam diskusi webinar, Jumat, 19 Februari.

Ada beberapa masalah yang membuat Arif menganggap Jokowi tidak serius dalam upaya merevisi UU ITE. Pertama, Kementerian Komunikasi dan Informatika akan membuat pedoman penafsiran terhadap pasal UU ITE yang multitafsir dan kontroversional.

Sayangnya, Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Juri Ardiantoro malah meminta DPR RI yang mengusulkan revisi UU tersebut.

"Tampak bahwa pemerintah sendiri belum satu suara. Sinyal-sinyal ini membingungkan. Jadi, saya ragu bahwa pemerintah serius, karena Istana saja enggak satu suara dengan menteri," ujar Arif.

Dia menduga ada indikasi rencana revisi ini menjadi bagian dari barter politik. Sebab, revisi UU ITE tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional yang akan disahkan DPR. 

Bukan tidak mungkin bagi Arif akan ada kompromi antara pemerintah dan DPR untuk membatalkan rencana undang-undang (RUU) lain yang juga penting untuk dibahas. Dikhawatirkan, RUU yang mengancam popularitas pemerintah dan terhadap soliditas koalisi di parlemen maupun dalam pemerintahan menjadi dipinggirkan.  

"Bisa jadi ada kalkulasi politik yang bisa jadi akan mengalahkan substansi pentingnya revisi untuk menghindari pasal-pasal yang multitafsir tadi," jelas dia. 

BACA JUGA:


Lagipula, menurut Arif, respons Jokowi soal rencana revisi UU ITE sebenarnya adalah langkah reaksioner dan bukan inisiatif pemerintah sendiri. Sebab, beberapa tokoh lain merasa ragu untuk mengkritik pemerintah karena takut dipolisikan.

Termasuk ucapan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla yang mempertanyakan bagaimana caranya bisa mengkritik pemerintah tanpa harus takut ditangkap.

"Saya melihat bahwa pernyataan presiden reaksioner. mengherankan bahwa pemerintah dikelola dengan cara-cara yang reaksioner. Pemerintah mestinya terencana. punya desain, tidak melangkah secara sporadis. Artinya, bagi saya revisi UU ITE tidak menjadi prioritas bagi pemerintah," pungkasnya.