Bagikan:

JAKARTA - Jumlah jurnalis yang terbunuh dalam konflik Israel-Hamas sejak 7 Oktober meningkat menjadi setidaknya 53 orang, menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ).

Mengutip situs CPJ 22 November, korban tewas terbaru yakni dua jurnalis yang bekerja untuk media Lebanon Al Mayadeen, Farah Omar (reporter) dan Rabih Al Maamari (camera person). Kedunya tewas pada 21 November.

Sedangkan Al Mayadeen mengatakan dalam sebuah pernyataan, kedua jurnalis tersebut tewas dalam serangan Israel di Lebanon selatan pada Hari Selasa. Militer Israel mengatakan sedang meliput insiden tersebut.

"Ini adalah wilayah dengan permusuhan aktif, di mana terjadi baku tembak. Kehadiran di wilayah tersebut berbahaya," kata militer Israel, dikutip dari CNN 22 November.

Dari 53 jurnalis yang tewas, 46 orang merupakan warga Palestina, empat warga Israel, dan tiga warga Lebanon, kata CPJ dalam sebuah pernyataan pada Selasa.

Selain itu, 11 jurnalis dilaporkan terluka, tiga orang dilaporkan hilang dan 18 jurnalis lainnya dilaporkan ditahan.

Kelompok advokasi jurnalisme mengatakan, konflik di Gaza merupakan periode paling mematikan bagi jurnalis sejak mereka mulai melacak data pada tahun 1992.

"Jurnalis di Gaza menghadapi risiko yang sangat tinggi ketika mereka mencoba untuk meliput konflik selama serangan darat Israel, termasuk serangan udara Israel yang menghancurkan, gangguan komunikasi, kekurangan pasokan dan pemadaman listrik yang luas," kata CPJ.

CPJ juga menyelidiki sejumlah laporan yang belum dapat dikonfirmasi mengenai jurnalis lain yang terbunuh, hilang, ditahan, disakiti, atau diancam dan mengenai kerusakan pada kantor media dan rumah jurnalis.

"CPJ menekankan bahwa jurnalis adalah warga sipil yang melakukan pekerjaan penting selama masa krisis dan tidak boleh menjadi sasaran pihak-pihak yang bertikai," kata Sherif Mansour, koordinator program CPJ di Timur Tengah dan Afrika Utara.

"Jurnalis di seluruh kawasan melakukan pengorbanan besar untuk meliput konflik yang memilukan ini. Masyarakat di Gaza, khususnya, telah menanggung dan terus menanggung kerugian yang belum pernah terjadi sebelumnya dan menghadapi ancaman yang sangat besar. Banyak di antara mereka yang kehilangan rekan kerja, keluarga, dan fasilitas media, serta melarikan diri untuk mencari keselamatan ketika tidak ada tempat berlindung atau jalan keluar yang aman," tandasnya.