Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov mengatakan, banyak peluang untuk menyelesaikan konflik antara Palestina dengan Israel, namun semuanya terlewatkan di masa lalu, mengenang percakapan yang melibatkan Presiden Rusia tahun 2016 silam.

Konflik bersenjata terbaru pecah di Jalur Gaza dan sudah berlangsung lebih dari sebulan, usai kelompok militan Hamas menyerbu wilayah selatan Israel pada 7 Oktober lalu.

Itu memicu kekhawatiran regional akan meluasnya konflik dan menarik perhatian global, mulai dari Amerika Serikat hingga Rusia.

"Ada banyak peluang (penyelesaian konflik). Namun, semuanya terlewatkan. Ada beberapa upaya dan tampaknya kesepakatan sudah dekat. Ini telah menjadi semacam tradisi, harus dikatakan, di kedua belah pihak," ujar Menlu Lavrov, dikutip dari TASS 16 November.

"Posisi Palestina juga berubah-ubah, tetapi penting bagi kami untuk menjaga hubungan dengan kedua belah pihak," sambungnya.

Lebih jauh, Menlu Lavrov mengingat, pada tahun 2016, Perdana Menteri Israel ketika itu, Benjamin Netanyahu, melakukan panggilan telepon kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia mengatakan ingin memulai pembicaraan langsung dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, jika tidak ada prasyarat.

Ia mengatakan, Palestina saat itu "sangat marah dengan aktivitas Israel terkait permukiman, keluarga yang tinggal di sana digusur secara paksa dan Palestina memiliki prasyarat bahwa hal ini harus dihentikan."

"Ketika Presiden Putin menyampaikan pesan dari PM Netanyahu, Presiden Abbas berkata: 'Dari Anda, dari seorang teman baik, dengan rasa hormat, saya akan menerima tawaran ini'," ungkap Lavrov.

"Itu terjadi pada Bulan Agustus-September 2016. Kami segera memberi tahu Pemerintahan PM Netanyahu, tetapi tidak ada yang terjadi," tambah Lavrov.

Diketahui, kantor media pemerintah di Gaza pada Hari Rabu mengumumkan, jumlah korban tewas akibat serangan Israel di Jalur Gaza bertambah menjadi 11.500, termasuk 4.710 anak-anak dan 3.160 wanita.

"Jumlah kematian di kalangan personel medis telah mencapai 200 orang," kata kantor tersebut dalam sebuah pernyataan di Telegram, dikutip dari Anadolu.

Sedangkan jumlah orang yang terluka mencapai 29.800 orang, dan sekitar 70% di antaranya adalah anak-anak dan perempuan.

Pernyataan Hari Rabu juga menyebutkan 95 gedung gedung pemerintah dan 255 sekolah telah hancur. Sebanyak 74 masjid hancur total dan 162 rusak sebagian, serta tiga gereja.

Sementara itu, korban tewas di Israel mencapai 1.200 orang, menurut angka resmi.