Epidemiolog: Angka Reproduktif Virus di Indonesia Cenderung Terkendali
Sejumlah alat kesehatan yang sudah tidak digunakan di Rumah Sakit Darurat COVID (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Iwan Ariawan mengatakan, salah satu indikator dalam penanganan pandemi yakni angka reproduktif virus (Rt) di Indonesia terpantau stabil dan terkendali.

“Untuk perhitungan angka reproduksi efektif yang hasil perhitungannya diberikan kepada KPCPEN, Kemenko Marves, Kemenkes dan Kantor Staf Presiden (KSP), angka reproduksi efektif sebetulnya menghitung secara rata-rata berapa orang yang ditularkan dari satu kasus konfirmasi COVID-19,” kata Iwan di Jakarta, Antara, Jumat, 31 Maret. 

Iwan menuturkan sejak awal 2023, angka reproduktif kasus di Indonesia terpantau sudah menyentuh 0,97 atau di bawah angka 1. Artinya, satu orang yang terinfeksi COVID-19 dapat menularkan virus kepada kurang dari satu orang.

Angka reproduktif virus tersebut juga terus menunjukkan tren penurunan dan tidak meningkat. Hal ini memperlihatkan pandemi COVID-19 berhasil dikendalikan.

Selain angka reproduksi virus, hasil survey serologi yang dilakukan pihaknya menunjukkan pada Juli 2022 besar anti bodi yang terbentuk pada penduduk Indonesia terhadap COVID-19 adalah 98,5 persen, kemudian di Januari 2023 naik menjadi 99 persen.

“Sudah hampir semua orang di Indonesia punya anti bodi pada COVID-19. Yang anti bodi ini bisa didapat dari infeksi atau vaksinasi dan analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa sebagian besar itu dari vaksinasi dan vaksinasi itu perlu,” katanya.

Menurut Iwan vaksinasi COVID-19 juga masih ampuh guna membentuk anti bodi untuk melawan virus dalam tubuh agar tidak terjadi gejala berat maupun kematian. Para ahli epidemiologi pun juga sudah menganalisis kegunaan vaksin sampai di tingkat booster.

“Pak Menkes pernah bertanya apakah vaksin di Indonesia yang banyak macamnya sama efektif atau ada yang lebih efektif? Waktu diminta saya bilang benar nih Pak Menkes (mau membuktikannya)? Karena nanti bisa memukul (perasaan hasilnya), dan hasilnya bahwa ternyata semua vaksinasi kita kan punya apapun itu kurang lebih efek proteksinya sama,” ujarnya.

Iwan melanjutkan pencabutan PPKM karena situasi yang telah terkendali merupakan salah satu langkah awal untuk terbebas dari pandemi. Namun, langkah berikutnya yang harus diperjuangkan adalah pencabutan status kegawatdaruratan COVID-19 yang sampai saat ini masih berlaku.

Ia menyatakan secara epidemiologi Indonesia memang sudah menyiapkan diri memasuki endemi, hanya saja ada sejumlah aturan dari berbagai aspek seperti politik, ekonomi dan kebijakan lainnya yang masih harus dan sedang dipersiapkan pemerintah.

Oleh karenanya, Iwan meminta masyarakat tetap menjaga diri dari penularan COVID-19 dengan mengikuti vaksinasi dan menerapkan protokol kesehatan untuk mempertahankan pandemi yang dinilai sudah terkendali ini.

“Itu masih karena pencabutan kondisi kedaruratan COVID-19 bukan sekadar mencabut, itu adalah pergantian wewenang di pusat kembali ke daerah yaitu kabupaten karena kita sudah desentralisasi, itu butuh proses. Yang tadinya kebijakan di pusat, budget di pusat, sekarang kalau kita cabut akan dikembalikan ke kabupaten,” kata Iwan.