Epidemiolog: Penurunan BOR RS Kabar Positif, tapi Masalahnya Banyak Masyarakat Isoman di Rumah
Dicky Budiman (Tangkapan layar YouTube Iluni UI)

Bagikan:

JAKARTA - Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan penurunan angka keterpakaian tempat tidur atau bed ocupancy rate (BOR) rumah sakit memang kabar positif di tengah pandemi COVID-19. Hanya saja, dia mengingatkan banyak masyarakat yang sebenarnya memilih menjalankan isolasi mandiri di rumah.

"Penurunan BOR itu kita sambut untuk menunjukkan kabar positif di rumah sakit. Namun masalah utamanya adalah kasus ini banyak di rumah-rumah, di masyarakat," kata Dicky dalam diskusi daring bertajuk Evaluasi Efektivitas PPKM Darurat Dalam Penanganan Pandemi COVID-19 yang ditayangkan di YouTube ILUNI UI, Sabtu, 7 Agustus.

Dia menyebut banyak masyarakat di Tanah Air yang sebenarnya memilih tak pergi ke fasilitas kesehatan ketika sakit. Hal ini, kata Dicky, dikuatkan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 lalu menyebut ada 72,19 persen masyarakat Indonesia memilih mengobati dirinya sendiri di rumah.

Dengan kondisi ini, Dicky memprediksi masyarakat sebenarnya lebih banyak menjalankan isolasi mandiri di rumah dibanding memeriksakan diri ke rumah sakit atau ke tempat isolasi terpusat ketika terpapar COVID-19.

"Artinya keberhasilan program pengendalian penyakit di Indonesia selama berpuluh tahun itu bukan pada aspek kuratifnya, tapi juga pada adanya program yang menjangkau masyarakat," ujarnya.

Lebih lanjut, epidemiolog ini mengingatkan pemerintah harus bersungguh-sungguh dalam menangani COVID-19 terutama varian Delta. Sebab, jika penanganannya salah dan kasus positif makin tak terkendali bukan tak mungkin ada varian baru hasil dari mutasi virus.

"Artinya, setiap arah kebijakan yang promotif, preventif itu haruslah juga bersifat bisa mengendalikan varian yang sudah ada dan mencegah timbulnya varian baru yang bisa mengubah kondisi menjadi buruk," tegas Dicky.

Tak hanya itu, ia juga meminta pemerintah menerapkan strategi terbaik saat melaksanakan pembatasan kegiatan masyarakat termasuk menguatkan tracing, testing, treatment atau 3T.

"Kalau strategi utama tidak diperkuat yaitu 3T plus isolating maka seberapa lama pembatasan dilakukan yang akan terjai malah jebakan lockdown atau jebakan pembatasan yang akan membebani kita semua secara sosial, ekonomi, dan politik," pungkasnya.