Hati-Hati Klaim Prematur Anies soal Jakarta Sudah Jauhi Kegentingan COVID-19
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Twitter/aniesbaswedan)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim penyebaran COVID-19 di ibu kota mulai menjauh dari status genting. Indikatornya, kasus aktif dan keterisian IGD di rumah sakit mulai menurun. Benarkah klaim tersebut? 

Hal tersebut Anies paparkan juga di akun media sosial Twitter miliknya. Dalam twitnya, Anies memperlihatkan perbandingan situasi IGD di RSUD Duren Sawit sebulan yang lalu dan sekarang. 

Terlihat memang ruangan IGD pada Senin 26 Juli jauh terlihat lengang daripada situasi bulan lalu. "Alhamdulillah, atas izin Allah dan sejak kita semua sama-sama mengurangi mobilitad, kegentingan pandemi di Jakarta terus mengalami penurunan," kata Anies. 

Menurut Anies kasus aktif COVID-19 di Jakarta mulai turun menjadi 64 ribu. Begitu juga dengan positivity rate yang sekarang berada di angka 25 persen dan pemakaman dengan protap corona di bawah 200 per hari.

"Urutannya situasi yang kita hadapi, positivity rate turun, antrean IGD mulai terurai, kamar IGD-nya mulai longgar, bertahap rawat inap berkurang jumlah pasiennya, ICU-nya juga berkurang," ujar Anies.

Selain itu, menurut Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi kabar penurunan kasus COVID-19 di Jakarta benar adanya. Hal itu terlihat dari penurunan angka keterisian rumah sakti atau bed occupancy rate (BOR). Menurut data sementara IDI, BOR di Jakarta sudah turun sampai 76 persen dan BOR ICU juga turun menjadi 85 persen.  

Kabar baik dari Jakarta ini juga turut diapresiasi Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Zubairi Djoerban. "Angka-angka terbaru di Jakarta menunjukkan kasus positif turun, hunian RS turun, dan yang juga krusial: tingkat vaksinasi yang tinggi... Saya harap pembatasan tetap ada sampai tingkat transmisi terendah."

Jawa belum reda

Meski begitu, kasus COVID-19 di luar Jakarta, meliputi Jawa dan Bali, masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan sesuai target. Menurut Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo situasi penularan COVID-19 di Jawa dan Bali belum membaik.

”Kalau kasus seolah turun di hari-hari tertentu, itu karena jumlah tes turun. Positivity rate sangat tinggi, 5-8 kali dari standar WHO yang maksimum 5 persen,” kata Windhu kepada Kompas

Selain itu, menurut Windhu angka mortalitas juga masih terus meningkat. "BOR juga masih stagnan, walaupun ada sedikit penurunan di beberapa daerah, ini bisa juga terjadi karena ada penambahan jumlah tempat tidur," katanya. 

Salah satu wilayah yang belum menunjukkan tanda-tanda penurunan kasus adalah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hal itu diungkapkan Epidemiolog Universitas Jenderal Soedirman, Yudhi Wibowo. Menurutnya sekalipun dalam tujuh hari terakhir penambahan kasus di Banyumas fluktuatif, secara rata-rata terjadi penambahan kasus 35,6 persen. 

Selain itu, terkendalinya kasus COVID-19 di DKI Jakarta juga tak diikuti oleh provinsi tetangganya, Jawa Barat. Dibandingkan dengan Jakarta, kasus aktif di Jawa Barat tercatat sebanyak 128 ribu orang. Bahkan tambahan kasus kematiannya juga melampaui Jakarta. 

Pada Senin kemarin tambahan kasus kematian Jawa Barat sebesar 226. Sementara di DKI Jakarta ada 160 kematian. Adapun wilayah dengan kasus tertinggi di Jawa Barat antara lain Kota Depok, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Garut. 

Ilustrasi (Sumber: Antara)

Masih terlalu dini

Bila melihat situasi tersebut, klaim Anies Baswedan yang menyebut Jakarta menjauhi kedaruratan agaknya masih terlalu prematur. Sebab, menurut Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, tak bisa lepas dari situasi di Jawa secara keseluruhan. 

"Betul Jakarta memiliki performa yang baik seperti 3T dibanding daerah lain, namun secara umum, DKI juga tak bisa lepas dari situasi daerah lain. Sebab Jakarta adalah magnet dari setiap kegiatan sosial ekonomi. Itulah sebabnya Jakarta sekali lagi masih dalam situasi rawan," tutur Dicky kepada VOI

Menurut Dicky sekalipun performa seperti program vaksinasi sudah baik, namun bicara ancaman varian delta, harus diatasi dengan kombinasi banyak strategi. "Tidak hanya vaksinasi tapi juga 3T dan juga 5M yang harus terus dilakukan secara konsisten. Dan ada peran dari luar daerah terhadap situasi di Jakarta ini."

Alasan lain mengapa klaim Anies masih terlalu dini adalah karena "mendahului" proyeksi dari para epidemiolog yang memprediksi bahwa kasus COVID-19 baru mulai mereda sekitar akhir Agustus hingga September 2021. "Karena prediksi kasus COVID-19 di Jawa ini hampir sama emuanya (sekitar akhir Agustus)," kata Dicky. 

"Sekali lagi kalau bicara strategi penanganan pandemi kita harus ambil kemungkinan terburuk antisipasinya untuk mencegah banyak korban. Baik korban sakit maupun kematian," tambahnya. 

Dan masih menurut Dicky, klaim keberhasilan menangani COVID-19 sah-sah saja sebetulnya. Namun, untuk tetap menjaga kewaspadaan "kita harus terus sampaikan kalau situasi ini masih kritis," pungkasnya. 

*Baca informasi lain tentang COVID-19 atau tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya