JAKARTA - Komisi III DPR mengusulkan kepada pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK)
Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menjelaskan empat materi penting yang diusulkan mengalami perubahan lantaran dalam penerapannya sejak direvisi tahun 2022 tidak relevan lagi dengan ketatanegaraan saat ini.
"Beberapa pokok materi penting dalam perubahan keempat UU MK, antara lain pertama, persyaratan batas usia minimal hakim konstitusi. Kedua, evaluasi hakim konstitusi," ujar Habiburokhman dalam Rapat Kerja Komisi III dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkumham) Mahfud MD di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu 15 Februari, disitat Antara.
Berikutnya, lanjut dia, materi ketiga dan keempat yang akan dibahas dalam revisi UU MK itu adalah persoalan mengenai unsur keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan penghapusan ketentuan peralihan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK.
Dalam kesempatan sama, Habiburokhman juga menyampaikan hal-hal yang melatarbelakangi DPR mengusulkan dilakukannya revisi UU MK.
"Perubahan undang-undang ini dilatarbelakangi karena terdapat beberapa ketentuan yang dibatalkan Putusan MK Nomor 96/PUU-XVIII/2020 dan Putusan MK Nomor 56/PUU-XX/2022," ujarnya.
BACA JUGA:
Berikutnya, dia menyampaikan revisi UU MK ditujukan untuk menyesuaikan aturan tersebut dengan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan di Indonesia.
Habiburokhman menambahkan dalam perkembangan pelaksanaan UU MK, aturan tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan saat ini.
"Dalam perkembangannya, beberapa ketentuan dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU 24 Tahun 2003 tentang MK sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan," tandasnya.