JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai Richard Eliezer alias Bharada E patut dipidana meski dalam persidangan mengaku tak kuasa menolak perintah atasannya Ferdy Sambo untuk menembak Yosua alias Brigadir J.
"Dia melakukan perintah yang salah, ya harus dipidana," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana kepada wartawan, Kamis, 19 Januari.
Fadil bilang menjalankan perintah menembak orang hingga mengakibatkan kematian melanggar konstitusi. Tindakan itu sama sekali tidak dilindungi undang-undang.
Fadil pun mencontohkan tindakan penembakan yang sah di mata hukum semisal eksekutor bagi terpidana mati. Tindakan mereka dibenarkan karena merujuk Pasal 51 KUHP.
Selain itu, dalam rangkaian peristiwa pembunuhan, sebenarnya Ferdy Sambo sempat meminta terdakwa Ricky Rizal untuk menembak.
Hanya saja, perintah dari Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J itu ditolak. Sehingga, seharusnya Bharada E pun bisa melakukan hal serupa.
"Jadi si Eliezer, dia diperintah Sambo. Yang melawan perintah siapa? Ricky Rizal. 'Saya tidak kuat Pak, mentalnya nggak kuat', toh bisa. Seharusnya RE bisa menolak, karena tidak ada dalam tugas dan kewenangan dia untuk mematikan orang, nggak ada," kata Fadil.
BACA JUGA:
Bharada E dianggap terbukti turut serta dalam rangkaian peristiwa pembunuhan berencana terhadap Yosua alias Brigadir J dengan perannya sebagai eksekutor. Sehingga, ia dituntut sanksi pidana penjara selama 12 tahun.
"Menuntut menjatuhkan pidana terhadap Richard Eliezer selama 12 tahun dipotong masa penahanan," ujar jaksa.
Dalam tuntutan itu, ada beberapa pertimbang yang memberatkan. Satu di antaranya Bharada E merupakan eksekutor di kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Selain itu, ada juga pertimbangan yang meringankan. Jaksa mengganggap Bharada E berstatus justice collaborator dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Terdakwa merupakan saksi terdakwa yang membantu membongkar kasus ini," kata jaksa.