Pak Luhut, Banyak yang Minta Beberkan <i>Big Data</i> Tunda Pemilu 2024, PDIP: Sumbernya <i>Big</i> Data atau <i>Big Mouth</i>?
Politikus PDIP Masinton Pasaribu. (Instagram/masinton)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, 110 juta orang di media sosial ingin Pemilu 2024 ditunda. Klaim itu diragukan PDI Perjuangan (PDIP).

Politikus PDIP Masinton Pasaribu mengatakan klaim Luhut itu tidak akan dianggap bohong apabila publik sama-sama mengetahui sumber datanya valid atau tidak.

"Sumbernya big data atau “big mouth” sihhh ?? #LordBicaraPenundaan," ujar Masinton lewat akun Twitternya, @Masinton, dikutip Senin 14 Maret.

Agar publik tidak meragukan, Masinton meminta Luhut transparan terhadap klaim yang telah disampaikannya ke publik. Sebagai pejabat publik sudah seharusnya sikap keterbukaan ditunjukkan kepada masyarakat.

"Sebagai bentuk transparansi kepada publik, baiknya klaim big data tersebut digelar secara terbuka," ujar anggota Komisi XI DPR tersebut.

Sebelumnya, Menko Luhut mengaku mempunyai big data tentang sikap masyarakat di media sosial terkait Pemilu 2024. Dia menyebut, ada 110 juta data yang diserapnya menyatakan rakyat tak tertarik dengan pesta demokrasi mendatang.

Big data itu berisi masyarakat banyak yang tidak tertarik dengan Pemilu 2024 karena sedang fokus dengan pemulihan ekonomi. Big data itu juga mengklaim rakyat tidak ingin perpecahan terjadi seperti munculnya "cebong" atau "kampret" dalam Pemilu 2019

Luhut menyatakan ongkos pemilu sangat mahal yaitu Rp 110 triliun. Dalam situasi seperti sekarang ini, kata Luhut, big data yang dikantonginya mengatakan masyarakat tidak setuju anggaran itu dihabiskan di tengah himpitan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

"Kalau kelompok menengah bawah ini itu pokoknya pengen tenang, bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin," ujar Luhut, dikutip dari kanal YouTube Deddy Corbuzier.

"Sekarang lagi gini-gini, katanya, kita coba tangkap dari publik (dari data-data tersebut), ya itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dan pilkada, kan serentak," sambung Luhut.