JAKARTA - Bitcoin sempat mencapai 93.265 dolar AS (Rp1,48 miliar) pada Kamis, 14 November 2024 pagi, sebelum akhirnya kembali melemah di bawah 88.000 dolar AS (Rp1,39 miliar).
Menurut Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, peningkatan inflasi AS biasanya mendorong investor untuk beralih ke aset yang dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi, seperti obligasi dan dolar AS (DXY) dibanding aset kripto, seperti Bitcoin.
Namun demikian, di tengah data inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan, Fyqieh memperkirakan Bitcoin dapat mencapai 100.000 dolar AS atau sekitar Rp1,58 miliar dalam waktu dekat.
Karena menurutnya secara teknis, saat ini Bitcoin sedang berada di dalam tren bullish yang sangat kuat. Sehingga, potensi harganya akan semakin naik merupakan peluang besar.
"Kami melihat ada potensi koreksi harga jangka pendek, namun hal ini dapat membuka peluang bagi investor untuk masuk sebelum reli besar berikutnya. Level 100.000 dolar AS kini menjadi target psikologis bagi banyak trader," tambah Fyqieh.
Selain itu, metrik on-chain menunjukkan peningkatan bullish pada Bitcoin, dengan open interest (OI) BTC yang naik 5,6% dalam 24 jam terakhir.
"Peningkatan ini menunjukkan partisipasi aktif dari para pedagang, yang menguatkan optimisme pasar," jelas Fyqieh.
SEE ALSO:
Tidak hanya itu, rasio panjang/pendek Bitcoin yang berada di angka 1,02 juga mencerminkan sentimen positif di kalangan pedagang. Fyqieh memperingatkan bahwa kebijakan agresif The Fed dapat menambah volatilitas di pasar kripto.
Menurutnya, data harga produsen AS dan klaim pengangguran yang akan dirilis dalam waktu dekat dapat memengaruhi permintaan untuk Bitcoin dan ETH BTC spot di AS.
“Jika harga produsen AS lebih rendah dari perkiraan, investor mungkin semakin optimistis pada potensi pemangkasan suku bunga The Fed pada bulan Desember, yang berpotensi mendorong BTC menuju 100.000 dolar AS. Sebaliknya, jika angkanya lebih tinggi dari perkiraan, ini dapat memicu aksi ambil untung,” tutup Fyqieh.